Berbicara bukan sekedar kita mengeluarkan kata-kata. Berbicara akan menumbuhkan sebuah cerita yang menarik jika mengikutinya. Sepenggal cerita itu sedikit saya tuangkan dalam pembicaraan tersebut. Tidak ada salah dan benar tentang cerita-cerita itu, hanya sebagai bahan pembicaraan semata.
Jumat, 05 Desember 2008
My Lost Foto
Akhirnya saya menemukan foto-foto saya yang sudah lama hilang. Foto yang tercecer ini merupakan pengalaman saya ketika naik gunung Rinjanni di Lombok. Untung saja teman saya masih memiliki negatif film yang tersisa, sehingga saya bisa mendapatkan foto-foto tersebut. Amat sayang sekali, tidak semua foto dapat ditmukan, sebab hapir semua bukti perjalanan saya telah hilang ditelan banjir ketika terjadi banjir hebat diwilayah ibukota dan sekitarnya.
Saya merasa bahagia sekali, salah satu pengalaman yang tercecer kini mulai dapat ditemukan buktinya. Pengalaman pertama saya keluar dari pulau Jawa untuk menakklukkan salah satu gunung yang paling indah di Indonesia. Pengalaman yang penuh dengan cerita suka dan duka, pengalaman yang membuat saya seakan berada pertama kali mengarungi negeri diatas awan. Negeri yang membuat saya terpesona akan keindahannya.
Minggu, 30 November 2008
MANUSKRIP KEHIDUPAN..
Manuskrip kehidupan biasa kita memanggilnya. Manuskrip yang selalu menggambarkan tentang arti sebuah realita bagi manusia. Manuskrip yang selalu membuat manusia berjalan diatas dua roda yang saling bertentangan. Manuskrip yang selalu membuat kejutan-kejutan yang tiada pernah diduga oleh manusia.
Revolusi kehidupan telah membawa perubahan yang begitu dahsyat bagi umat manusia. Perubahan itu telah mempengaruhi paradigma pemikiran manusia. Dalam teori tentang perkembangan pemikiran, terdapat tiga tahapan bagi manusia sebelum dia mencapai pemikiran yang rasional.
Sampai kapanpun juga, bahkan sampai dunia ini mengalami kehancuran (kiamat, manuskrip kehidupan tidak akan pernah berubah. Dia akan selalu berputar seperti halnya siklus.
Selasa, 25 November 2008
WANITA
yang bertanya pada ibunya. “Ibu, mengapa
Ibu menangis?”. Ibunya menjawab, “Sebab
aku wanita”. “Aku tak mengerti” kata si
anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan
memeluknya erat. “Nak, kamu memang tak
akan pernah mengerti….”
Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya.
“Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ibu
menangis tanpa sebab yang jelas”. sang
ayah menjawab, “Semua wanita memang
sering menangis tanpa alasan”. Hanya itu
jawaban yang bisa diberikan ayahnya.
Sampai kemudian si anak itu tumbuh
menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya,
mengapa wanita menangis. Hingga pada
suatu malam, ia bermimpi dan bertanya
kepada Tuhan, “Ya Allah, mengapa wanita
mudah sekali menangis?”
Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan
menjawab, “Saat Kuciptakan wanita, Aku
membuatnya menjadi sangat utama.
Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan
seluruh beban dunia dan isinya, walaupun
juga bahu itu harus cukup nyaman dan
lembut untuk menahan kepala bayi yang
sedang tertidur.
Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat
melahirkan dan mengeluarkan bayi dari
rahimnya, walau kerap berulangkali ia
menerima cerca dari anaknya itu.
Kuberikan keperkasaan yang akan
membuatnya tetap bertahan, pantang
menyerah saat semua orang sudah putus asa.
Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk
merawat keluarganya walau letih, walau
sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan
kasih sayang untuk mencintai semua
anaknya dalam kondisi dan situasi
apapun. Walau acapkali anak-anaknya itu
melukai perasaan dan hatinya. Perasaan
ini pula yang akan memberikan kehangatan
pada bayi-bayi yang mengantuk menahan
lelap. Sentuhan inilah yang akan
memberikan kenyamanan saat didekap
dengan lembut olehnya.
Kuberikan wanita kekuatan untuk
membimbing suaminya melalui masa-masa
sulit dan menjadi pelindung baginya.
Sebab bukannya tulang rusuk yang
melindungi setiap hati dan jantung agar
tak terkoyak.
Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan
kemampuan untuk memberikan pengertian
dan menyadarkan bahwa suami yang baik
adalah yang tak pernah melukai istrinya.
Walau seringkali pula kebijaksanaan itu
akan menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami agar tetap
berdiri sejajar, saling melengkapi dan
saling menyayangi.
Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar
dapat mencurahkan perasaannya. Inilah
yang khusus Kuberikan kepada wanita,
agar dapat digunakan kapan pun ia
inginkan. Hanya inilah kelemahan yang
dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air
mata ini adalah air mata kehidupan”.
Penulis Mblink…
PEMBERDAYAAN POLIKLINIK KESEHATAN DESA MELALUI PENDEKATAN KLINIK SANITASI DALAM UPAYA PENURUNAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN DI PEDESAAN
Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan klinik sanitasi dimana ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif dan kuratif dilaksanakan secara integratif, klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas sehingga terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam program pemberantasan penyakit menular dengan memberdayakan masyarakat.
Klinik sanitasi dengan kegiatan pokoknya meliputi dalam gedung (konsling) dan luar gedung (kunjungan rumah) mencakup beberapa upaya sebagai berikut :
a. Upaya penyehatan air bersih dengan Penyakit Diare, Cacingan, Penyakit Kulit, Kusta dan Frambusia
b. Penyehatan perumahan dengan Penyakit ISPA dan TB Paru
c. Penyehatan permukiman dengan Penyakit DHF, Malaria dan Filariasis
d. Penyehatan makanan minuman dengan Penyakit saluran pencernaan/keracunan makanan
e. Pengamanan pestisida dan
f. Penyakit atau gangguan kesehatan lainnya yang berhubungan dengan lingkungan.
Di Propinsi Jawa Tengah sampai dengan tahun 2004 pendekatan klinik sanitasi dalam upaya penurunan angka penyakit berbasis lingkungan di laksanakan di 167 puskesmas dari 845 puskesmas yang ada ( 19,8 %).
Kegiatan luar gedung yang merupakan bagian dari klinik sanitasi dalam pelaksanaannya menghadapi beberapa hambatan yaitu :
a. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa yang berada dalam wilayah puskesmas.
b. Terbatasnya dana untuk melakukan kunjungan lapangan
c. Terbatasnya pemberian dana stimulan sarana sanitasi dasar.
Dengan hambatan yang ada maka di perlukan suatu alternatif pemecahannya dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan lingkungan di wilayahnya.
Dicanangkannya Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) sebagai sentra pembangunan kesehatan di desa sekaligus unit pelayanan kesehatan di desa yang merupakan unit pelayanan kesehatan swadaya dari, oleh dan untuk masyarakat dimana pembinaannya menjadi tanggungjawab puskesmas masing-masing wilayah.
Dengan keberadaan poliklinik kesehatan desa yang menjadi pusat kegiatan pemberian pelayanan kesehatan paripurna yang lebih dekat, relatif lebih murah dengan mutu yang terjamin pada masing masing desa, jika diberdayakan secara baik mengandung peluang yang dapat digunakan untuk mengakselerasi laju pembangunan bidang kesehatan terutama mengenai upaya penurunan angka penyakit berbasis lingkungan di pedesaan melalui pendekataan klinik sanitasi
Kegiatan luar gedung pada klinik sanitasi yang selama ini dilaksanakan petugas puskesmas dapat dilaksanakan oleh petugas poliklinik kesehatan desa untuk melakukan pengamatan kondisi lingkungan sekitar pasien/klien dengan menggunakan form kunjungan lapangan, dan apabila harus dilakukan perbaikan sarana sanitasi dasar seperti perbaikan rumah sehat (Jendela, ventilasi dan plestirisasi ), sarana air bersih dan MCK dapat langsung di sampaikan pada musyawarah desa untuk dapat dicari penyelesaian permasalahannya dengan menyesuaikan kemampuan atau potensi yang masyarakat desa miliki. Bila diperlukan dapat meminta petugas sanitarian puskesmas untuk membantu memberikan alternatif alternatif pemecahan masalah kesehatan lingkungan yang ada di wilayah desanya.
Dengan terintegrasinya poliklinik kesehatan desa pada kegiatan klinik sanitasi, dimana dengan kesadaran masyarakat menempatkan kesehatan sebagai masalah prioritas yang utama, hal ini dapat menjadi pendorong tumbuhnya kemandirian masyarakat dalam upaya penurunan penyakit berbasis lingkungan di pedesaan yang akan mendorong tercapai ‘Jawa Tengah Sehat 2010’.
27 Januari 1933
Merupakan awal berdirinya Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta dengan nama Poliklinik Kesehatan “Tsi Sheng Yuan“, beralamat di jalan Mesen no. 106, Solo.
Pelayanan yang diberikan terbatas pada pengobatan umum dan pemeriksaan kandungan.
Tahun 1933 – 1949
Awal tahun 1942, pada masa pendudukan Jepang Poliklinik Kesehatan “Tsi Sheng Yuan”, berfungsi sebagai rumah sakit darurat.
Tahun 1949, Poliklinik Kesehatan “Tsi Sheng Yuan” pindah ke jalan Warung Pelem no. 72, pelayanan yang diberikan bertambah dengan Klinik Bersalin.
31 Agustus 1952
Atas prakarsa dr. Oen Boen Ing yang telah mengabdi sejak tahun 1935, terbentuklah Yayasan Kesehatan “Tsi Sheng Yuan”
Tahun 1954
Poliklinik Kesehatan “Tsi Sheng Yuan” pindah ke daerah Kandang Sapi/ Mojosongo (sampai sekarang) dan menjadi rumah sakit lengkap.
28 Desember 1965
Yayasan Kesehatan “Tsi Sheng Yuan” berubah nama menjadi Yayasan Kesehatan Panti Kosala, diambil dari bahasa Sansekerta, Panti berarti tempat dan Kosala berarti sejahtera/ teduh, sehingga Panti Kosala dapat diartikan sebagai tempat yang sejahtera/ teduh.
Arti kata ini dipakai sebagi motto rumah sakit “ Teduh Untuk Sembuh”
Tahun 1965 – 1983
Selama kurun waktu ini Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta terus berbenah diri dalam meningkatkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan mutu pelayanan bagi masyarakat Surakarta.
Pada tanggal 30 Oktober 1982, dr. Oen Boen Ing meninggal dunia, untuk mengenang jasa dan pengabdian beliau, maka mulai 3 Maret 1983 (sesuai dengan tanggal kelahiran beliau 3 Maret 1903) lembaga kesehatan ini dinamakan Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta, dan sejak saat itu tanggal 3 Maret diperingati sebagai HUT Rumah Sakit Dr. OEN Surakrta.
Tahun 1996
Pembangunan Gedung Rawat Jalan mulai dilaksanakan dan diresmikan penggunaanya pada bulan Desember 1998, Gedung ini terdiri dari tiga lantai (lantai dasar dipergunakan untuk Rawat Jalan, lantai I dipergunakan untuk Pelanyanan Penunjang Medik dan lantai II dipergunakan unutk Auditorium).
Tahun 1998
Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta, mendapat sertifikat “AKREDITASI PENUH” untuk lima pelayanan dengan demikian mutu pelayanan yang diberikan telah memenuhi standar.
Tahun 2001
Pembangunan Gedung Utama Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta dimulai pada bulan Juni 2001 dan diresmikan penggunaannya pada 28 September 2002.
Pada tahun ini pula Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta mendapat sertifikat “AKREDITASI PENUH” untuk 12 (dua belas) pelayanan, hal ini menunjukan bahwa Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta terus berusaha meningkatkan mutu pelayanan.
Sampai sekarang
Rumah Sakit Dr. OEN Surakarta , senantiasa berusaha meningkatkan sarana dan prasarana serta mutu pelayanan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan baik di bidang kesehatan maupun bidang lain yang berkaitan.
Rumah sakit terspesialisasi
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain.
Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset medis tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba.
Rumah sakit penelitian/pendidikan
Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.
Rumah sakit lembaga/perusahaan
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.
Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.
Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani.
Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan.
Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia.
Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut mempengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.
Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.
Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Cina pada awal abad 10.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Selasa, 18 November 2008
"MELAWAN GUS DUR"
Ada tiga kasus yang menunjukkan bentuk perlawanan itu. Pertama, kasus pencalonan Gus Dur sebagai presiden RI dalam pemilu 2004. Setelah PKB memutuskan Gus Dur sebagai calon presiden, banyak dari elemen NU yang tidak setuju, terutama dari kalangan kiai. Sebagian kiai pertimbangannya adalah fiqih. Disana dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan mendengar, melihat dan berbicara secara sempurna, sehingga dia dapat mengenali masalah dengan teliti dan dapat mengkomunikasikannya dengan baik dalam proses penentuan hukum.
Kedua, lanjut tulisan berikutnya...Malam semakin larut mata sudah tidak dapat di ajak berteman....
"MELAWAN GUS DUR"
Ada tiga kasus yang menunjukkan bentuk perlawanan itu. Pertama, kasus pencalonan Gus Dur sebagai presiden RI dalam pemilu 2004. Setelah PKB memutuskan Gus Dur sebagai calon presiden, banyak dari elemen NU yang tidak setuju, terutama dari kalangan kiai. Sebagian kiai pertimbangannya adalah fiqih. Disana dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan mendengar, melihat dan berbicara secara sempurna, sehingga dia dapat mengenali masalah dengan teliti dan dapat mengkomunikasikannya dengan baik dalam proses penentuan hukum.
Kedua, lanjut tulisan berikutnya...Malam semakin larut mata sudah tidak dapat di ajak berteman....
Senin, 10 November 2008
THE BIG FAMILY OF KENTINGAN
LPM Kentingan, sebuah lembaga atau organisasi yang bergerak dibidang jurnalistik. Lembaga ini muncul akibat adanya dorongan dari mahasiswa akan perlunya institusi yang mau menampung seluruh aspirasi mahasiswa dan merupakan tempat untuk mengkritisi kebijakan rektorat. Dapat di kata umur Kentingan masih remaja, baru menginjak 14 tahun. Namun kiprahnya dalam dunia jurnalistik sudah banyak. Dari mulai menyelenggarakan diklat jurnalistik, seminar-seminar, penggalangan dana untuk bencana, mengirimkan delegasi mengikuti diklat tingkat lanjut, sampai para alumninya sekarang telah menjadi wartawan sesungguhnya. Tidak hanya itu demi mengusung perubahan Kentingan pernah di bredel pihak rektorat, sehingga harus vakum untuk beberapa waktu.
Semua hal tersebut tidak menyurutkan para penggiat Kentingan untuk meneruskan perjuangan yang telah dicitakan para pendiri Kentingan. Saya berada di lembaga ini belum terlalu lama, kira-kira 3 tahun. Meskipun saya belum mengetahui semua yang ada di Kentingan, namun saya sudah sedikit banyak mengerti apa yang diinginkan oleh kentingan didunia kampus dan didunia umum. Saya dahulu ketika masuk Kentingan belum terpikir tujuan saya apa, mengapa saya masuk dan untuk apa saya repot-repot ikut organisasi. Saya hanya berpikir senang-senang saja di Kentingan.
Seiring bergulirnya waktu, dan semakin bertambahnya umur, saya jadi sadar kuliah itu tidak hanya sekedar belajar di ruang kuliah, mendengarkan dosen, mengerjakan tugas dan ikut ujian. Lebih dari itu, kita harus mendapatkan ilmu dan pengalaman yang banyak dan akan berguna bagi kita dikemudian hari. Salah satunya ikut organisasi. Dengan berorganisasi tidak hanya mendapatkam pengalaman, namun kita juga akan mendapatkan banyak teman dengan bermacam latar belakang yang berbeda.
Itulah yang saya dapatkan di LPM Kentingan. Saya sudah menganggap Kentingan merupakan keluarga saya, walau peringkatnya kesekian. Saya sekarang jadi berpikir jika kita ingin ikut organisasi, pikiran pertama yang harus ada dalam benak kita adalah sebelum organisasi memberikan ilmu dan pengalaman kepada kita, apa yang seharusnya kita berikan terlebih dahulu kepada organisasi. Jika itu sudah termain set di otak kita, maka kita akan mengganggap organisasi adalah keluarga bagi kita.
Ibarat kata, jika Kentingan sedang sedih, saya juga akan ikut sedih. Begitu juga jika Kentingan sedang bahagia saya juga akan merasa bahagia. Itulah makna sesungguhnya dalam keluarga. Kentingan merupakan keluarga besar bagi saya. Sudah banyak suka duka yang saya alami. Kentingan tiada akan pernah saya lupakan dalam hidup, sebab telah memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman yang berharga. Sebentar lagi saya akan meninggalkanmu, semoga engkau tiada pernah bosan untuk mengingatku sampai kapanpun. Engkau telah menjadi tempat perlindungan bagi ku, dikala aku sedih, dikala aku senang, dilkala aku sedang marah maupun tertawa.
Ketika tiada lagi yang perduli padamu aku akan tetap perduli, bahkan jika semua orang telah membenci dan acuh terhadap mu, jangan khawatir aku akan tetap menjaga dan merawatmu.
Jumat, 07 November 2008
NULIS LAGI
Hari ini, malam ini dan saat ini pikiran saya tengah berada diranah kuliah yang hampir selesai. Sebantar lagi saya akan meninggalkan bangku kuliah yang telah memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman yang berharga dalam hidup. Pikiran saya tertuju pada arah dimana saya nanti setelah lulus. Benar, dalam hati, saya sudah merencanakan dan mencanangkan program-program yang akan saya lakukan selepas kuliah, namun siapa yang tahu dengan pasti hasilnya nanti. Manusia hanya dapat berencana, berusaha dan berdoasemua itu sudah ditakdirkan oleh pencipta kita. Saya hanya ingin diberikan yang terbaik dan berkah saja dalam kehidupan ini.
Hidup, mati, rejeki, jodoh semua sudah ditetapkan dan saya serta anda semua sudah diberikan masing-masing jatahnya. Ingin apa lagi manusia setelah mengetahui hal tersebut. Manusia tercipta memiliki hak untuk memilih jalan yang baik atau buruk, semua diberikan keleluasaan untuk memilihnya. Saya mungkin golongan orang yang masih setengah-setengah, kadang pilih njalan baik, terkadang memilih jalan yang buruk. Hati orang memang mudah sekali untuk berubah,siapa tahu malam ini saya muslim esok harinya telah menjadi kafir hahaha...Hanya gurauan saya saja. Manusia hany dapat berdoa agar ditetapkan hatinya selalu berjalan dijalan yang benar.
Saat ini saya tengah berada didepan monitor komputer dan menekan huruf-huruf sesuai keinginan hati saya ingin menulis apa. Meskipun komputer dan keyboard ini hanya benda mati, mereka merupakan saksi bisu yang dapat bercerita ditengah malam dan mereka tiada pernah akan lelah dan bosan untuk menjadi tempat pembuangan curahan hati dan pikiran kita. Saya dan juga anda mungin sepakat akan hal ini. Mereka sudah saya anggap teman,meski mereka bisu. Lebiha baik berteman dengan benda mati yang bisu namun setia daripada berteman dengan manusia tapi munafik hatinya. Hanya ingin menang sendiri, hanya ingin menguntungkan orang lain dan hanya ingin membuat orang lain terluka.
Saya jadi ingat dengan perkataan nenek saya sebelum dia meninggal. Beliau selalu mengatakan kepada saya, kamu itu laki-laki, seorang pri aitu tidak boleh menangis dalam mengahdap[i apapun jua. Beliau juga berpesan meskipun sahabat dan temanmu menyakiti mu kamu janganlah dendam dengan mereka. Susah sekali untuk mencari teman dan sahabat.
Saya sudahi dahulu tulisan saya malam ini,sebab disamping saya sudah menunggu teman yang bemberikan bencengan kepada saya. Dia mungin hanya seorang manusia, namun setiap manusia pasti memiliki manfaat, nah salah satunya menolong temannya.
Kamis, 25 September 2008
perjalanan
salah satu pengalaman yang baru saja gw lalui adalah dengan melakukan perjalanan menuju salah satu kota di sebelah selatan pulau jawa tepatnya kota Purworejo. Kebetulan diajak sama teman seperjuangan dan gw juga jiwa petulang tanpa ragu lagi gw berangakat dengan kesungguhan dan kesenangan hati.
perjalan di bualan pusa tersebut cukup melelahkan pikiran dan fisik, namun karena telah terghugah apapu akan gw lakukan untuk menjalaninya. Hasilnya dapat diketahui banyak sekali pengetahuan dan pengalaman baru yang gw temuin di kota ini.
pertama menginjakkan kaki disana, terlihat suasana aman damai dan tidak semrawut. Semua berjalan dengan biasa saja. Di sana gw mengunjungi majsid alun-alun kota yang memiliki beduk terbesar di dunia. beduk dengan diamet lebih dari 2 meter ini digunakan oleh warga untuk menandakan waktu sholat telah tiba.
setelah ityu petualangan yang menakjubkan juga gw alami, yaitu dengan menyusuri gua yang ada disalah satu tempat di Purworejo. Gw lupa apa nama guanya, namun itu merupakan pengalaman yang luar biasa, denganh hanya menggunakan obor kami berempat me3nyusuri gua yang penuh denga stalakmit dan stalaktit.
tiada pernah akan gw lupain pengalaman gw ini...HORAS
Selasa, 08 Juli 2008
MAGANG KERJA
Kerja yang gw jalanin sih sederhana, berurusan dengan ayam, alias gw maghang dipeternakan ayam. Daerah peternakaannya ada didesa Mojogedang karang anyar. Udah tiga hari ini gw magangb kerja. Gw magang gak sendiri, tapi udah dibagi satu kelompok magang kerja yang terdiri dari sebelas orang. Di sana kita ingin belajar bagaimana beternak ayuam yang baik dan bagaimana menghasilkan uang sendiri tanpa harus ikut bekerja dengan orang lain.
Tujuan yang ingin diketahui oleh kelompok gw, yaitu proses dari awal sejak ayam benih ayam tiba dikandang, perawatan ayam-ayam tersebut perminggunya, lalu bagaimana teknik memanen ayam, sampai kita ingin mengetahui bagaimana cara mengelola sebuah peternakan yang baik dan benar.
Peternakan yang gw jadikan tempat magang sudah lumayan besar dan lama. Ayam yang diternak adalah ayam pedaging. Pak Darto yang mengelola petarnakan tersebut. Sistem yang digunakannya adalah kemitraan. Maksudnya dia bekerja sama dengan perusahaan pengelola ayam yang besar dalam pembenihan, kemudian pak darto hanya yang merawat ayam tersebut sampai siap panen. MOdal yang harus digunakan pertama kali mencapai Rp. 50.000.000, bukan modal yang kecil menurut gw. Sebab dalam sisitem kemitraan ayam yang harus diternak minimal 5000 ekor dan kita juga harus memiliki kandang sendiri.
Sistem pembagian keuntungan memang enak, sebab kita sudah tidak menangung kerugian jika gagal panen, smua sudah duitanggung perusahaan. Kita hanya tinggal menerima bersih keuntungan yang sudah disepakati bersama.
Moga aja magang kerja gw kali ini memberi manfaat dan pengalaman, dan semoga aja gw nanti waktu lulus bisa menerapakan semua ilmu yang udah gw dapet baik dari pendidikan formal maupun non formal.
Kamis, 19 Juni 2008
mafia politik
Politik, kata yang kerap dihubungkan dengan dunia kekuasaan. Dunia dimana manusia satu dengan manusia lain menjadi musuh, dari teman menjadi lawan dari lawan menjadi seteru abadi. Dalam dunia politik yang ada hanya lawan sejati, kawan sejati lebih hanya sekedar kiasan untuk melanggengkan jalan meuju tampuk kekuasaan.
Percaturan politik di Negara kita saat ini lebih megarah pada terbentuknya system mafia perpolitikan. Seperti yang terdapat dalam buku “politik dan kekuasaan”, terungkap didalamnya bahwa mafia perpolitikan tengah melanda Negara-negara berkembang saat ini, tidak terkecuali Negara Indonesia. Sejak zaman pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, maupun era reformasi politik telah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan masyarakatnya.
Mafia perpolitikan dinegara kita tidak ubahnya seperti sebuah system yang telah tertata rapi, didalamnya yang ada hanya bagaimana mendapatkan kekuasaan dengan berbagi macam cara entah itu cara halal maupun cara haram. Dapat dilihat menjelang pemilihan presiden tahun depan. Mafia plitik yang berkedok partai maupun individu telah berancang-ancang menancapkan panji-panji perang untuk mendapat simpati dan dukungan dari rakyat. Mereka semua bertujuan untuk membuat Negara ini menjadi lebih baik, namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Negara semakin carut marut tiada tempat untuk berpijak. Setelah para mafia perpolitikan duduk dikursi panas dan masuk kedalam birokrasi yang terjadi mereka seolah-olah buta, tuli dan bisu untuk mendengarkan keluhan dari rakyat. Rakyat hanya dijadikan kendaraan untuk meraih kekuasaan, setelah kekuasaan diraih rakyatpun ditinggalkan begitu saja.
Kasus yang terbaru dan masih hangat adalah bagaimana pemerintah tega manaikkan harag BBM yang merupakan keperluan vital bagi masyrakat. Pemerintah berdalih, naiknya BBM untuk menyelamatkan APBN Negara yang diakibatkan naiknya harag minyak dunia yang mencapai $135 per barel. Alasan yang tidak masuk akal, sebab gaji para birokrat khususnya presiden dan wakil presiden serta para anggota dewan beserta kroni-kroninya lebih besar daripada pendapatann masyarakat secara keseluruhan. Mereka hanya mau digaji besar tanpa memikirkan rakyat jelata yang telah mengangkat mereka untuk menjadi wakil dipemerintahan. Kemudian sebagai gantinya rakyat miskin mendapat konpensasi berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai). Ini juga tidak menyelesaikan masalah hanya menambah persoalan baru dinegara ini. Sungguh ironis bagaimana kerja mafia perpolitikan dinegara kita.
Prespektif aktivis yang notabenenya pemuda dalam menghadapi mafia perpolitikan dan bagaiana menemukan cara yang tepat untuk mengatasi masalah bangsa beraneka ragam caranya. Pemuda merupakan tonggak bangsa dan penerus bangsa harus peka terhadap apa yang terjadi dilingkungan tempat tinggalnya. Seperti teori Hegel yang menyatakan bahwa semangat zaman tiada akan pernah pudar selama para pemuda masih mau untuk menjadi pengawal perubahan bangsanya.
Salah satu cara yag ditempuh para pemuda dalam menanggapi perubahan bangsa ini dan baimana cara menyelesaikan permasalahan bangsa ini adalah dengan membentuk komunitas yang berhaluan “politik”. Para pemuda ini beranggapan bahwa perpolitaiak yang selama ini belum mampu untuk mewakili kepentingan rakyat, maupun kebijakan belum berpihak kpada rakyat. Sejak zaman pra kemerdekaan sudah banyak muncul komunitas-komunitas pemuda yang berhalauan politik, ideology yang mereka usung pun berbeda-beda. Seperti organisasi Tri Koro Darmo yang berideologikan pendidikan namun bergerak kedalam dunia politik praktis. Boedi Uetomo juga berideologikan pendidikan, namun terjun juga kedunia politik. Apapun latar belakang ideologi yang mereka usung, tetap sau tujuannya bagaimana meenjadikan Negara ini menjadi lebih maju.
Fuckin Train.
15-juni-2008. 23.00 WIB
“kulayangkan pandangku melalui kaca jendela, dari tempat kubersandar seiring dentum kereta”. Sepenggal lirik lagu meniringi langkah gw menuju tempat yang ingin gw singahi.
Redup malam ditambah dentum kereta masih terus setia menemani gw, ditambah pena dan buku yang tiada pernah lelah untuk menerima semua kisah perjalanan gw. Perjalanan yang akan selalu akan memberikan sejuta kenagan dalam hidup gw. Entah unuk kesekian kali, aku melakukan perjalanan dengan menggunakan jasa kereta api. Jasa transportasi pemerintah yang gw anggap paling murah diantara jasa transportasi lainnya. Benar atau tidak, anggapan gw itu didasarkan saat ini gw sedang mnaiki kereta kelas ekonomi untuk menuju home swet home.
Gw menempati gerbong no-7 dikereta ini. Penuh sesak yang gw rasa saat ini. Semua tempat duduk penuk oleh para penumpang yang ingin memiliki tujuan sama ke ibu kota. Entah tujuan masing-masing gw tidak mengerti. Para pedagang lalu lalang tiada henti membuat otak ini semakin panas. Berisik, ramai, semua rasa bercampur saat ini. Fuckin train gw bilang. Tapi masih mending kipas angina dalam kereta masih menyala, sedikit mengobati rasa pana otak ini. Beruntung lagi gw, disamping gw duduk seorang wanita yang cukup manis menurut gw. Apalagi kalo dia lagi tidur saat ini kepalanya selalu bersandar dipundakku, membuat gw seneng aja.. semapt kenalan, namun saying ia tidak turun sesuai dengan stasiun tujuanku. Ga pa-pa lah buat tambah teman gumam gw saat ini.
Aduh sial, kereta yag gw naiki memang benar-benar “kelas ekonomi”. Bukan hanya label kelas saja yang ekonomi, pelayanan, fasilitas bahkan perjalanannya pun ikut kedalam kelas ekonomi. What a fuckin train. Hamper dismua stasiun kereta yang gw naiki berhenti menunggu kereta lain yang kelasnya lebih elit, seperti kelas bisnis maupun kelas eksekutif.
Malam semakin larut, namun kereta yang gw naiki masih saja berhenti, entah menunggu apa lagi.? Rasa kantuk mulai menggelayuti mata ini. Rasa bosan juga sudah siap-siap membunuh tubuh ini. Rasa apa lagi ya yang akan gw temui dalam perjalanan ini?
Setiap kehidupan memiliki banyak sisi, tidak seperti mata uang yang hanya memiliki dua sisi. Semua sisi kehidupan akan berjalan beiringan. Gw hanya ingin belajar memahami makna dibalik semua peristiwa yang gw jalani.
Gw lupa, saat ini meski gw merasa letih dan ngantuk, namun perut ini selalu meraung-raung meminta jatah untuk dirawat. Maklum semenjak tadi siang perut gw belum terawatt. Gw mikirin ongkos yang pas-pasan, jadi ya masalah perut gw kesampingkan. PUASA GW NIE……….
Kamis, 05 Juni 2008
ISLAM KIRI, MODERAT, KANAN!!!!!!
Menurut versi FPI kronologis kejadian terjadi ketika Ahad, 1 Juni 2008 massa Islam di bawah bendera Komando Laskar Islam berkumpul melakukan aksi menolak kenaikan BBM. Aksi itu menuju Istana Jakarta di bawah komando Munarman. Untuk jelasnya silakan buka website resmi HTI . Di antaranya peserta aksi adalah : Perwakilan Serikat Kerja PLN, HTI, FPI, dsb.
Demo ini sudah mendapat izin dari aparat kepolisian setempat dengan pengawalan yang rapi dan ketat. Dengan kata lain demo ini adalah kegiatan yg resmi dan legal berdasarkan UU yang berlaku di republik ini. Pada saat yang bersamaan muncul kelompok yang menamakan dirinya Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan berkeyakinan (AKK-BB)yang notabene pro Ahmadyah.
Seperti dilansir siaran TV mengenai kegiatan AKK-BB ini sebelumnya tidak diperkenankan Kepolisian terkait untuk melakukan aksi di wilayah Monas, Karena akan berbenturan dengan pihak yang tidak mendukung acara mereka. Dengan kata lain, kegiatan AKK-BB ini tidak mendapat izin untuk melakukan kegiatan diwilayah Monas.
Melihat gelagat negatif ini, Pihak FPI mengisntruksikan beberapa personilnya untuk mengetahui apa yg dilakukan AKK-BB ini di wilayah aksi demonstrasi HTI. Ternyata mereka melakukan orasi yg menjelekan salah satu Ormas Peserta Demo dengan mengatakan "Laskar Setan" dan sebagainya. Mendengar hal itu, personil FPI segera melaporkan kepada Laskar FPI mengenai temuan orasi tsb.
Beberapa laskar FPI segera meminta klasrifikasi kepada pihak AKK-BB mengenai hal ini. Pihak AKK-BB berusaha mengelak dan menjawab dengan sikap yg arogan sehingga membuat Laskar FPI kesal. Arogansi AKK-BB ini semakin menjadi dengan mengeluarkan sepucuk senjata Api dan menembakkan ke Udara 1 kali. Mendengar letusan ini, Laskar FPI mencegah perbuatan tsb tapi ditanggapi dengan tembakan ke udara hingga 4 kali.
Melihat aksi yg arogan dan sok Jagoan, Laskar FPI makin kesal dan langsung melakukan pemukulan terhadap provokator. Tidak ada pihak anak-anak dan wanita yang menjadi sasaran amarah pihak FPI. Hanya oknum yang sok Jagoan dan Arogan yang telah mengejek dan menghina kafir kepada laskar FPI yang menjadi sasaran empuk di kerumunan massa aksi Demonstrasi BBM ini. Beruntung tidak semua elemen massa demo ini ikut memukuli pihak AKK-BB
Diduga, AKK-BB adalah kelompok bersenjata yg sengaja disusupkan di dalam kegiatan demo BBM Ahad 1 Juni 2008 di Monas dengan menyertakan anak kecil dan wanita dengan itikad menjatuhkan opini BBM menjadi opini pembubaran FPI dengan melakukan provokasi sebutan Laskar Kafir dan tembakan senjata api.
Sementara menurut Versi dari AKK-BB, mereka pada hari itu bertujuan untuk melakukan aksi damai memperingati hari kelahiran pancasila di Monas. Pada saat itu AKK_ tidak bertujuan untuk menghina maupun menjelekkan salah satu Ormas. Mereka hanya ingin dalam peringatan kelahiran pancasila ini, semua Ormas baik yang berhubungan dengan kebebasan memeluk suatu agama dan suatau kepercayaan tidak dibeda-bedakan statusnya.
Menurut mereka semua elemen yang berbeda-beda tersebut merupakan sebuah pilihan bagi individu untuk mejalankannya. Asalkan itu tidak menggangu yang lainnya akan tercipta suasana kerukunan, kedamaian dan keteraturan dinegara ini. Salah satu isu yang diusung adalah tentang penolakan Ahmadiyah oleh pemerintah. Mereka menganggap itu tidak adil dan tidak sesuai dengan kebebasan memeluk suatu agama maupun kepercayaan.
Apapaun Versi dari kedua belah pihak, yang perlu kita cermati adalah semua itu terjadi manakala Islam telah menjadi sebuah ideologi. Penganutnya telah menyalahgunakan ajaran Islam. Islam itu adalah cara hidup kita dalam menuju keabadian di Akherat, namun jika sudah di ideologikan maka akan muncul aliran islam kiri, moderat maupu islam kanan.
Para penganutnya pun berjalan sesuai dengan ideologi yang mempengaruhinya. Maka yang terjadi didalamnya tidak terjadi saling kerukunan, malah yang timbul adalah berbagai macam konflik. Konflik yang cenderung saling menjatuhkan diantara penganuta ajaran islam itu sendiri.a
Minggu, 25 Mei 2008
YOUTH SPIRIT (Semangat Pemuda)
Merujuk pada kamus pembebasan, revolusi didefinisikan menjadi dua pengertian yang saling berkitan. Pertama, revolusi adalah ledakan politik mengulingkan atau mengambil alih kekuasan yang berdiri diatas system tertentu, kedua, revolusi adalah aktivitas yang diarahkan pada perubahan mendasar dalam hal struktur atau formasi dalam bidang social, politik,ekonomi, maupun budaya. Jika kita merunut sejumlah teori yang membahas perihal revolusi, paling tidak aa tiga pendekatan yang menonjol, pertama, teori agregat psikologis yang berupaya menjelaskan revolusi melalui konsep motivasi psikologis rakyat untuk melibatakan diri ke dalam kekerasan politik atau untuk bergabung dalam gerakan oposisi. Kedua,asalah teori konsesus system atau nilai yang berupaya menjelaskan revolusi sebagai sebagai respon kekerasan dari gerakan ideologis terhadap ketimpanagan yang hebat dalam system social. Teori yang ketiga dinama teori teori konflik politik, yang menyatakan bahwa konflik yang terjadi antara pemerintah dengan berbagai yang terorganisir dalam perebutan kekuasaan haruslah menjadi pusat perhatian dalam setiap upaya untuk menjelaskan kekerasan social.
Pemuda merupakan organ paling penting dalam sebuah Negara. Titik tolak kemajuan Negara dan kemundurannya dapat diukur salah satunya dengan indicator peran pemuda. Seperti yang diungkapan Hegel, salah seorang tokoh filsafat. Dia mengungkapkan teori tentang semangat zaman yang tak terbatas oleh waktu. Di dalamnya menyangkut elemen semangat pemuda yang sangat dibutuhkan untu membangun sebuah bangsa. Semangat pemuda ini tiada akan tergerus oleh zaman dan akan selalu menjadi bagian dari revolusi Negara.
Menilik pada semangat pemuda yang merupakan bagian penting dalam sebuah revolusi, pembahasannya tidak akan lepas dari peran sebuah Negara. Pengaruh perubahan politik, social, ekonomi dan budaya Negara akan menyebabkan perubahan semangat pemuda. Kecenderungan yang terjadi di dunia saat ini, terkhusus di Indonesia perubahan politik, social, ekonomi maupun budaya lebiah kearah kemerosotan akibat factor dari dalam (pemerintah) maupun luar (dalam hal ini adalah pengaruh budaya luar). Pengaruh dari dalam maupun dari luar tersebut sangat mempengaruhi pemuda dan kecendrungannya pemuda kita telah mengalami cultural movement. Saat ini terjadi peregeseran-pergeseran nilai kepemudan sendiri yang berubah dalam kemrosotan moral maupun perilaku. Pemuda Indonesia saat ini telah masuk kedalam budaya konsumerisme, hedonis dan kurang peka dengan apa yang terjadi di masyarakat. Ini sangat berbeda dengan zaman orde lama, orde baru, dan menjelang reformasi dimana semangat pemuda masih bergejolak dan kritis. Di masa itu pemuda merupakan agen perubahan yang sesungguhnya, maksudnya pemuda benar-benar mengerti perannya dalam sebuah bangsa dan selalu menjadi oposisi dari pemerintah dalam berbagi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Menyikapi Cultural Movement, para pemuda biasanya membuat berbagi macam kegiatan yang terlihat dalam bentuk komunitas-komunitas tertentu. Tujuan dan bentuk komunitas-komunitas itu berbeda dilihat dari latar belakang terbentuknya, ada yang terbentuk atas dasar social, budaya, ekonomi, pendidikan bahkan politik. Komunitas-komunitas itu merupakan respon yang terjadi akubat dari perubahan yang disebabakan oleh Negara, dan kecenderungannya Negara kita berubah menuju kearah “tenggelam”.
Sabtu, 24 Mei 2008
Bahasa Politik yang Hegemonik
Titik sentral kehidupan adalah kata-kata. Sebab melalui kata, seseorang mampu mengekspresikan diri lewat berbagai bentuk protes, orasi, dan tuntutan. Kata merupakan buah pemikiran seseorang. Untuk menyampaikan isi pemikiran kepada khalayak ramai, tentunya kita membutuhkan simbolisasi lisan berupa kata-kata. Tujuannya agar pesan yang tersusun melalui alur pemikiran tersampaikan secara tajam dan akurat. Kita tentu setuju jika dikatakan bahwa kualitas kata-kata berpijak pada dimensi pemikiran (intelektualitas) seseorang. Jika pemikirannya kacau balau, maka kata-kata yang terucap pun tak beraturan. Dengan demikian, konsistensi pemikiran selayaknya menjadi pijakan utama dalam mengekspresikan kata-kata. Karena ia layaknya seorang nahkoda yang berusaha mengendalikan, mengarahkan dan mengatur laju kapal di lautan. Begitu juga dalam penyampaian pesan. Intelektualitas bakal mengarahkan dan mengatur kata-kata hingga tersampaikan pada orang lain secara sistematis dan logis.
Kata-kata adalah elan vital bagi pencerahan suatu bangsa. Kebebasan berpendapat, beropini dan menulis merupakan cermin dari mulai tercerahkannya suatu peradaban. Alangkah naifnya ketika zaman ini digiring ke "zaman pemberangusan" kata-kata, ketika kita tidak lagi bebas mengekspresikan opini dan curahan pendapat, tidak lagi mampu berkreasi lewat kata-kata dan bahkan tidak lagi menguasai kata-kata. Dengan kata lain, hidup dalam zaman "kebisuan" akan menggusur kita pada sikap masa bodoh, acuh tak acuh, dan tidak kritis terhadap kondisi ekonomi, sosial, politik, dan budaya bangsa. Alhasil, muncul kemunduran atau bahkan kebusukan peradaban.
Mengapa demikian? karena peradaban Barat dan Timur pun merupakan buah hasil dari kata-kata. Ketika kata-kata tidak lagi menjadi sesuatu yang urgen karena telah diberangus, maka tak bisa dipungkiri lagi bahwa peradaban yang muncul adalah peradaban "membeo" saja. Sami'na wa ato'na (kami dengar dan kami taat) secara dangkal dipahami sebagai upaya pasif belaka yang kering dari daya upaya untuk memperbaharui dan mengubah, apalagi memprotes kebijakan-kebijakan yang dianggap sepihak.
Bukan hal mustahil ketika kata-kata sudah dimonopoli oleh salah satu pihak, disinyalir akan melahirkan otoriter bahasa. Menurut dia hanya kata-katanya yang benar, hanya kata-katanya yang ilmiah, hanya kata-katanya yang rasional, dan hanya kata-katanya yang mampu membawa umat ke surga. Dengan demikian, hegemoni kata-kata merupakan keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri saat ini. Sebab, kondisi saat ini menggambarkan bahwa masyarakat telah terjebak pada penguasaan sepihak kata-kata, sehingga muncul berbagai arogansi.
Arogansi para petinggi negara yang kerjaannya hanya mengeluarkan kebijakan sepihak. Arogansi para pengusaha yang berusaha menguasai kekayaan bangsa. Dan tentunya arogansi bangsa yang menafsirkan kata-kata orang lain dengan sudut pandang nafsu pribadi. Bahkan arogansi para pejabat negara yang maunya naik gaji terus.
Animo masyarakat terhadap pengungkapan kata-kata mutlak diperlukan. Kalau tidak ada, zaman ini kita namai saja "zaman pemakaman". Banyak orangnya tetapi tidak bisa berbuat apa-apa ketika kesetimpangan merajalela, ketidakadilan mendunia, kebiadaban meracuni massa, dan kemaksiatan sudah menjadi harga mati. Untuk mengubah kondisi ini hingga bisa meraih pencerahan peradaban, tentunya memerlukan peran serta pengolahan kata-kata sesistematis mungkin.
Melalui tulisan kita beropini, melalui mimbar kita menyampaikan nilai-nilai universal, dan melalui media elektronik kita bangun imej positf budaya bangsa. Apalagi di era yang serba canggih ini, segala luapan ekspresi pemikiran yang tercermin dalam kata, mampu menyedot respons masyarakat guna memunculkan kesadaran kolektif.
Apalagi semenjak era reformasi bergulir, tugas kita adalah memanfaatkan pembukaan keran kebebasan dengan mengekspresikan kata-kata secara apa adanya. Tanpa dibarengi dengan topeng kepura-puraan, kemunafikan dan segala bentuk penipuan. Bebas dari kepentingan pribadi dan hawa nafsu keserakahan. JIka saja kata-kata sudah dimanipulasi sedemikian rupa, maka janji-janji palsu pun bakal mengalir dari mulut para manipulator melalui berbagai orasi.
Janganlah heran jika kata-kata hanya didengar dan dipercaya ketika dikumandangkan oleh seorang yang kuat. Kuat segala-galanya. Kuat duitnya, kuat birokratnya, juga orang-orang di belakangnya. Dengan kondisi demikian, maka tak salah jika ada segelintir orang yang ingin membangun imej positif di mata masyarakat dengan menggandeng orang yang kuat segala-galanya. Pengusaha menjabat struktur pemerintahan, orang kaya mendominasi suara dukungan rakyat, bahkan orang jujur yang melarat terbengkalai dari percaturan politik. Semua ini berawal dari kata-kata.
Kalau tak percaya coba saja seorang tukang becak kita calonkan menjadi kepala daerah. Apa yang terjadi, bisa dipastikan suaranya tidak akan memenuhi kuota suara satu persen pun. Karena, di era yang serba materialis ini, suara orang yang tak berduit tentunya hanya tong kosong nyaring bunyinya saja. Ketika mendengarkannya, muncul berbagai sikap pengacuhan terhadap kata-kata yang dibahasakan lewat "suara"-nya.
Gejala ini, seolah menunjukkan bahwa kata-kata telah dimonopoli oleh kalangan tertentu yang punya ambisi dan kepentingan pribadi. Alhasil, ketika mencalonkan diri untuk menjadi seorang pemimpin, tentunya selain harus pandai merangkai kata, harus memiliki uang untuk menyumpal mulut para pendukung. Agar, kebisuan mereka tertutupi oleh diam seribu bahasa, sebagai tanda dukungan penuh.
Kesimpulannya, hegemoni kata-kata bisa berperan penting dalam arena kehidupan. Ketika ingin mulus jalan menuju kursi kepemimpinan, sewalah para manipulator kata-kata. Ketika ingin suaranya didengar, maka kuasailah kata-kata dengan nafsu pribadi. Tetapi, hemat penulis, keadiluhungan kata-kata disinyalir mampu meredam berbagai praktik pembelian dan penjualan suara rakyat oleh segelintir orang yang manipulatif dan hegemonik tentunya.
Senin, 05 Mei 2008
INDIS ARSITEKTUR ONLY MEMORY
SEBUTAN Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di Timur Jauh, dan karena itu sering disebut juga Nederlandsch Oost Indie.Menurut Pigeaud, orang Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1619. Mereka semula berdagang tetapi kemudian memonopoli lewat VOC dan akhirnya menjadi penguasa sampai datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran orang-orang Belanda selama tiga abad di Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala macam aspek kehidupan. Perubahan antara lain juga melanda seni bangunan atau arsitektur.
Menurut Lombard pada mulanya bangunan dari orang-orang Belanda di Indonesia khususnya di Jawa, bertolak dari arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan kondisi tropis dan lingkungan budaya. Sebutannya landhuiz, yaitu hasil perkembangan rumah tradisional Hindu-Jawa yang diubah dengan penggunaan teknik, material batu, besi, dan genteng atau seng. Arsitek landhuizen yang terkenal saat itu antara lain Wolff Schoemaker, DW Berrety, dan Cardeel.
Dalam membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasan Pemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche Bouwkunst. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni bergaya Eropa, tetapi sudah bercampur dengan rumah adat Indonesia.
Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiring dengan semakin populernya istilah Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai Indische Bond atau Indische Veeneging. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.
Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan dengan bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu.
Sebelum kedatangan Belanda, sebenarnya sudah banyak bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu datang ke Indonesia antara lain dari Cina, India, Vietnam, Arab, dan Portugis, yang memberi pengaruh pada budaya asli. Karena itu, dalam bangunan Indis juga terkandung berbagai macam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut berintegrasi dalam proses perancangan antara lain faktor lingkungan, iklim atau cuaca, tersedia material, teknik pembuatan, kondisi sosial politik, ekonomi, kesenian, dan agama.
Bentuk rumah bergaya Indis sepintas tampak seperti bangunan tradisional dengan atap berbentuk Joglo Limasan. Bagian depan berupa selasar terbuka sebagai tempat untuk penerimaan tamu. Kamar tidur terletak pada bagian tengah, di sisi kiri dan kanan, sedang ruang yang terapit difungsikan untuk ruang makan atau perjamuan makan malam. Bagian belakang terbuka untuk minum teh pada sore hari sambil membaca buku dan mendengarkan radio, merangkap sebagai ruang dansa.
Pengaruh budaya Barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada gaya bangunan Parthenon dari zaman Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung dari Italia dipasang pada serambi depan membuat bangunan tampak megah terutama pada malam hari. Pintu terletak tepat di tengah diapit dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela dan pintu dipasang cermin besar dengan patung porselen. Khusus untuk gedung-gedung perkantoran, pemerintahan, dan rumah-rumah dinas para penguasa di daerah masih ditambah lagi dengan atribut-atribut tersendiri seperti payung kebesaran, tombak dan lain-lain agar tampak lebih berwibawa.
Orang-orang Belanda, pemilik perkebunan, golongan priayi dan penduduk pribumi yang telah mencapai pendidikan tinggi merupakan masyarakat papan atas, ikut mendorong penyebaran kebudayaan Indis lewat gaya hidup yang serbamewah.
Kebudayaan Indis sebagai perpaduan budaya Belanda dan Jawa juga terjalin dalam berbagai aspek misalnya dalam pola tingkah laku, cara berpakaian, sopan santun dalam pergaulan, cara makan, cara berbahasa, penataan ruang, dan gaya hidup. Arsitektur Indis sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu ditampilkan lewat kualitas bahan, dimensi ruang yang besar, gemerlapnya cahaya, pemilihan perabot, dan seni ukir kualitas tinggi sebagai penghias gedung.
Mengamati arsitektur Indis hendaknya kita jangan terpaku pada keindahan bentuk luar semata, tetapi juga harus bisa melihat jiwa atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Rob Niewenhuijs dalam tulisannya Oost Indische Spiegel yaitu pencerminan budaya Indis, menyebutkan bahwa sistem pergaulan dan tentunya juga kegiatan yang terjadi di dalam bangunan yang bergaya Indis merupakan jalinan pertukaran norma budaya Jawa dengan Belanda. Manusia Belanda berbaur ke dalam lingkungan budaya Jawa dan sebaliknya.
Pengukuhan kekuasaan kolonial saat itu tertuang dalam kebijakan yang dinamakan “politik etis”. Prinsipnya bertujuan meningkatkan kondisi kehidupan penduduk pribumi. Di lain fihak penguasa juga memperbesar jumlah kedatangan orang Belanda ke Indonesia yang secara langsung membutuhkan sarana tempat tinggal berupa rumah-rumah dinas dan gedung-gedung.
Di sini terlihat jelas bahwa ternyata semua peristiwa yang dialami pada tiap kehidupan manusia bisa memberi dampak yang besar terhadap pandangan arsitektur. Bahwa gagasan arsitektur sesungguhnya juga dipengaruhi oleh situasi dinamika sosial budaya manusia dan sekaligus menjadi bagian dari padanya.
Arsitektur Indis telah berhasil memenuhi nilai-nilai budaya yang dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status, keagungan dan kebesaran kekuasaan terhadap masyarakat jajahannya. Perkembangan arsitektur Indis sangat determinan karena didukung oleh peraturan-peraturan dan menjadi keharusan yang harus ditaati oleh para ambtenar, penentu kebijaksanaan. Pemerintah kolonial Belanda menjadikan arsitektur Indis sebagai standar dalam pembangunan gedung-gedung baik milik pemerintah maupun swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status sosial yang sama dengan para penguasa dan priayi.
Arsitektur Indis tidak hanya berlaku pada rumah tinggal semata tetapi juga mencakup bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung-gedung perkumpulan, pertokoan, dan lain-lain. Adapun pudarnya arsitektur Indis mungkin disebabkan oleh konsekuensi historis yang menyangkut berbagai aspek sosial budaya.
Menurut Denys Lombard, sejarah terbentuknya budaya Indis karena didorong oleh kekuasaan Hindia Belanda yang berkehendak menjalankan pemerintahan dengan menyesuaikan diri pada kondisi budaya masyarakat di wilayah kolonialnya. Dengan datangnya perubahan zaman dan hapusnya kolonialisme, maka berakhirlah pula kejayaan budaya feodal termasuk perkembangan arsitektur Indis. Dalam periode kemerdekaan, bangsa Indonesia menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan simbol budaya priayi yang tidak bisa lagi dipertahankan dan dijadikan kebanggaan, maka kehancurannya tidak perlu diratapi.
Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring dengan perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan berubah menjadi bangunan-bangunan baru (nieuwe bouwen) yang bergaya art-deco sebagai gaya internasional.
Bang Namin (83) bekas sopir Eykman kontrolir di Batavia berkata sambil menunjuk: “Di sini dulu ada gedung megah namanya “Sositet Harmoni” tempat dansa orang-orang Belanda, sekarang digusur untuk taman. Di sono tuh! di Molenvlit ada hotel mewah Des Indes yang juga digusur untuk pertokoan dan masih banyak lagi gedung-gedung bekas orang-orang Belanda yang megah di Mester Kornelis, Weltevreden, Pejambon, Petojo, dan lain-lain, juga sudah pada digusur.” Sekarang arsitektur gaya Indis hanya tinggal kenangan.
GW........SEDIH BANGET NULIS INI
Kamis, 01 Mei 2008
Demokrasi dan Peran Cendekia
- KALANGAN cendekiawan merupakan kelompok sosial otonom dan independen. Atau tiap kelompok sosial sebenarnya memiliki kalangan cerdik pandai yang khas bagi mereka? Pertanyaan awal yang diajukan Antonio Gramsci (1891-1937) dalam Catatan dari Penjara (Quaderni del Carcere, 12) relevan untuk disimak saat momentum kenaikan harga BBM membawa polemik tentang status dan kedudukan cendekiawan dalam masyarakat demokratis yang selama ini jarang mendapat perhatian.
Polemik tentang status cendekiawan yang dipicu tayangan iklan Freedom Institute hanya satu contoh paling transparan guna mempertanyakan kehadiran para intelektual dalam masyarakat kita. Benarkah intelektual dari sono-nya dianugerahi kebebasan dan otonomi dalam menyuarakan pendapatnya sehingga dengan dalih otonomi, kebebasan, dan demokrasi mereka bisa merasa steril dan cuek bebek dengan jeritan massa karena melambungnya harga-harga?
Ponsiuspilatisme
Membongkar otonomi palsu kalangan intelektual merupakan kritik keras Gramsci atas filsafat Benedetto Croce (Q 10). "Apa yang penting bagi Croce adalah bahwa kalangan cendekiawan tidak merendahkan dirinya pada tingkatan massa, sebaliknya supaya mereka memahami bahwa ideologi merupakan perangkat praktis untuk memerintah..."
Bagi Croce, kalangan intelektual yang merendahkan dirinya pada kepentingan massa telah menggadaikan status dan kehormatannya sebagai kalangan cendekiawan. Para cendekiawan seharusnya memerintah, bukan diperintah. Mereka seharusnya membentuk ideologi dengan tujuan untuk memerintah yang lain.
Gramsci melihat, intelektual yang steril dari massa dan lebih mengedepankan kerja ideologis berpotensi melahirkan kekerasan dan mendiseminasi otonomi palsu yang cenderung jauh dari moralitas. "Posisi murni intelektual dapat menjadi Jacobinismo yang lebih buruk, atau suatu ponsiuspilatisme busuk, atau kadang berurutan dari satu posisi ke posisi lain, atau bisa secara simultan keduanya" (Q 10).
Sama seperti Ponsius Pilatus yang membiarkan Yesus disalib oleh keputusan massa, cendekiawan yang berpegang pada posisi "murni intelektual" merasa enggan memikul setiap tanggung jawab dan tidak ingin merendahkan dirinya pada kehendak dan keinginan massa. Pernyataan mereka yang menyatakan diri lepas dari kepentingan politis hanya sebuah posisi; dalam kenyataan, mereka memainkan peran fundamental secara politis sebab dengan bersikap seolah netral mereka telah membuat konsensus politik.
Ponsiuspilatisme yang lihai memainkan peran di panggung media menemukan antagonisnya dalam diri intelektual jalanan yang berusaha menyalurkan dan menjadi aspirasi orang kebanyakan (demos). Namun, cendekiawan jalanan seperti ini tak jarang mendapat kritik keras karena mereka cenderung antiintelektual. Mereka lebih menyukai ritualisme politik kiri, seperti demonstrasi, membuat pernyataan, tuntutan dan sebagainya.
Dalam masyarakat demokratis, kecenderungan antiintelektual akan menjadi racun yang mematikan bagi regenerasi iklim demokrasi yang lebih baik. Di mana pun, demokrasi yang dewasa tak pernah bermula dari jalanan. Demokrasi yang dewasa mengandaikan kedewasaan politik dan kedewasaan politik mengandaikan formasi memadai bagi politisi untuk menyampaikan visi perjuangannya di parlemen.
Tiga makna
Fenomena ponsiuspilatisme dan kehadiran cendekiawan jalanan bisa dibaca dari tiga sudut pandang.
Pertama, pendidikan tinggi kita gagal menanamkan nilai- nilai demokratis dalam diri para cendekiawannya. Di kalangan kampus terjadi semacam pembangkangan dosen atas panggilan intektualnya. Mereka gagal menanamkan semangat humanisme universal dalam diri mahasiswa sehingga menghasilkan cendekiawan yang "murni intelektual".
Kedua, di lain pihak pendidikan tinggi ternyata juga menghasilkan lulusan yang antiintelektual, lebih suka memilih cara-cara jalanan, dengan memasang pamflet, membuat orasi, dan membaur dengan massa di luar kampus untuk menyuarakan kepentingan.
Akar masalah dua hal itu adalah korupsi di kampus. Karena itu, penyehatan kehidupan berbangsa hanya bisa dilakukan dengan membenahi sektor pendidikan berupa perbaikan model pengajaran dan kurikulum yang lebih menekankan akuisisi modal kultural (capital cultural) sehingga memungkinkan lulusan terlibat kehidupan demokrasi yang lebih sehat.
Pendekatan konservatif yang hanya melihat korupsi di kampus, pengkhianatan intelektual atas status sosialnya, dan kecenderungan antiintelektual yang bersemi di kampus sebagai biang keladi tak kunjung berseminya kedewasaan demokrasi menjadi satu kemendesakan untuk memulai pembaharuan di kampus, misalnya, melalui reformasi di bidang kurikulum maupun metode pengajaran.
Ketiga, diagnosis ketidakberesan yang terjadi seputar kinerja kampus hanya akan merupakan tambal sulam yang tidak menyentuh esensi persoalan tanpa memerhatikan analisis relasional antara demokrasi dalam kaitan dengan keberfungsian peranan intelektual.
Analisis terakhir menyatakan, pertama-tama bukan pendidikan tinggi yang telah gagal menciptakan kedewasaan demokrasi bagi para cendekiawan. Sebaliknya, demokrasi gagal menciptakan pendidikan tinggi yang bermutu dengan menyelingkuhi para cendekiawannya sehingga melahirkan intelektual haram yang memiliki semangat ponsiuspilatisme atau sebaliknya melahirkan intelektual jalanan yang cenderung antiintelektual, yang keduanya sama-sama jauh dari klaim "integritas moral intelektual" maupun "keberpihakan rasional pada massa" yang amat dibutuhkan dalam proses konsolidasi demokrasi.
Gejala ponsiuspilatisme secara positif bisa dibaca sebagai tumbuhnya kesadaran pentingnya kekuatan moral kalangan intelektual untuk mengkritisi kebijakan publik dalam kerangka perlindungan hak warga negara dari terabasan petualang politik. Di lain pihak kehadiran intelektual jalanan dalam kacamata gramscian bisa dibaca sebagai suatu usaha diseminasi konsensus bagi perjuangan kontra hegemoni atas kekuasaan yang ada, sekaligus konsolidasi kekuatan subaltern dalam kerangka pertumbuhan demokrasi yang sehat.
Kelompok sosial korban keputusan poltik penguasa kian menyadari, kekuasaan permanen dan kebenaran universal yang menjadi basis kekuatan hegemoni kelompok penguasa telah kehilangan otoritasnya. Setiap kelas sosial dan kelompok masyarakat lain berhak memiliki konsepsi berbeda tentang keteraturan sosial yang menjadi suara hati, pikiran dan gagasan mereka.
Konsolidasi perjuangan kelas subaltern kian nyata saat mereka akhirnya berhasil melahirkan intelektualnya sendiri. "Ke-lain-an" (otherness) yang terlahir dari kelompok subaltern miliki hak untuk didengarkan jika kita mengaku diri sebagai demokratis.
Pendidikan dasar
Jika demokrasi gagal menciptakan iklim akademis yang melahirkan cendekiawan berintegritas, konsolidasi demokrasi sendiri hanya bisa tumbuh lewat kesadaran kritis yang muncul lewat kekokohan formasi pendidikan yang terbuka bagi semua warga yang memungkinkan sipil memiliki kekuatan mengontrol kekuasaan. Langkah awal formasi ini adalah dijaminnya pendidikan dasar bagi semua. Di sini yang dipertaruhkan adalah kualitas dan kontinuitas formasi pendidikan yang mampu menyiapkan anak didik terlibat dalam ranah politik.
Gramsci meyakini, krisis lembaga pendidikan yang terjadi di zamannya terjadi bukan karena kelemahan lembaga pendidikan sendiri dalam mengantisipasi tantangan modern, tetapi karena lembaga pendidikan telah menjadi korban bulan-bulanan krisis sosial, budaya, dan politik di zamannya. Kita ingat bagaimana lembaga pendidikan di Italia, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi benar-benar dimanfaatkan untuk sarana propaganda ideologis perjuangan Fasis Mussolini.
Tidak diragukan, pendidikan umum dan keadaan sekolah di negeri kian memasuki titik kritis yang mengkhawatirkan. Ini terjadi karena ketidakbecusan politisi mengurus lembaga pendidikan. Korupsi terjadi bukan semata-hanya di kampus, tetapi di kalangan parlemen.
Berjuang secara sistematis agar terbuka akses pendidikan dasar bagi semua warga, itulah yang sejak awal digagas kalangan intelektual mengapa mereka mendesak agar subsidi BBM segera dicabut. Sebab hanya dengan realisasi akses pendidikan dasar bagi semua kompensasi BBM menjadi efektif.
Memimpikan kehadiran intelektual yang independen dan otonom di masa sekarang adalah ilusi. Namun, perjuangan membuka akses pendidikan bagi semua warga tak pernah boleh menjadi mimpi jika kita menginginkan perbaikan demokrasi di negeri ini.
Kamis, 24 April 2008
POP CULUTRE
Lucu juga, mentertawakan diri sendiri |
ngb:
wake up guys!!!
cintai negeri sendiri...
n kita bangun terus untuk kehidupan yg lebih baik
jangan asal jiplak dari barat doank!!!!
kita bisa maju
kalau kita sendiri bisa menghargai
ap yg kita punya...
n make it better
hari demi hari...
GW TULIS SAAT GW LAGI BETE MA OUR COUNTRY
Senin, 21 April 2008
PERS MAHASISWA
Pers Mahasiswa merupakan sarana bagi mahasiswa untuk menyalurkan ide kreatif dalam bentuk tulisan dan melahirkan pikiran segar guna mengaktualisasikan diri dalam merespon permasalahan keumatan. Keberadaan pers kampus dalam realita empiris sangat signifikan untuk mensosialisasi alternatif pemikiran-pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang tengah berlangsung di tengah mahasiswa maupun masyarakat.
Pers mahasiswa dalam pengertian sederhana adalah pers yang dikelola oleh mahasiswa. Pers mahasiswa pada umumnya dalam fungsi dan persyaratannya yang harus dipenuhi pada dasarnya tidak berbeda. Perbedaan yang lahir adalah karena sifat kemahasiswaannya yang tercermin dalam bidang redaksional dan kepengurusannya. Sifat kemahasiswaan ini lahir karena ia merupakan sekelompok pemuda yang mendapat pendidikan di perguruan tinggi.
Pada dasarnya fungsi pers mahasiswa sama seperti fungsi pers umum, yaitu sebagai sarana pendidikan, hiburan, informasi dan kontrol sosial. Posisi mahasiswa sebagai artikulator antara pemerintah dan masyarakat, menjadikan ia sebagai sumber informasi yang sangat berpengaruh dalam negara yang berkembang.
Pers Kampus atau Pers Mahasiswa harus peka terhadap perubahan kondisi sosial politik yang terjadi di tanah air sekarang ini. Sebelum reformasi, pers mahasiswa dapat tampil sebagai media alternatif. Saat itu pers mahasiswa masih dapat menyajikan berita atau tulisan yang pedas, keras, dan kental dengan idealismenya.
Sayangnya, meski kini sudah ada di era reformasi, industri pers umum Indonesia belum bisa membangun suatu kultur jurnalisme yang baik dan kode etik yang baik. Dibandingkan dengan pers umum, pers kampus akan lebih mudah dalam mengakomodasi nilai-nilai idealis yang sebagian di antaranya tertuang dalam kode etik wartawan Indonesia. Namun demikian, bukan berati bahwa pers kampus bebas dari intervensi. Ada kalanya, pers kampus mendapat intervensi dari pihak rektorat atau pun pihak lainnya.
Intervensi yang demikian amat sulit dihindari karena pengelolaan pers kampus berada dalam lingkungan kampus di mana penghuninya bukan mahasiswa saja. Apalagi, selama ini, pembiayaan pers kampus juga mendapat donasi dari pihak rektorat.
Masalah keterbatasan dana bukan menjadi penyebab tunggal kurang berkembangnya pers kampus di negara ini. Masalah manajemen juga menjadi faktor penting kemandegan. Tidak heran apabila disebutkan bahwa pers adalah pilar keempat dari demokrasi. Jadi beralasan pula, jika kita mengatakan bahwa yang diturunkan oleh pers kampus bukan berita tetapi sikap demokratis.
MEDIA PERGERAKAN
Pergerakan mahasiswa tidak bisa dipungkiri, telah melibatkan pers kampus di dalamnya. Sebab, sebagai wadah aspirasi mahasiswa, pers kampus merupakan perwujudan dari sikap mahasiswa yang ingin menata sebuah sitem dinamis, dan bebas dari bentuk interfensi apapun. Setiap pergerakan mahasiswa mempunyai jalur dan bentuk yang berbeda. Sebuah forum pergerakan mahasiswa tentunya menjadikan ajang demonstrasi sebagai media untuk melakukan pergerakannya. Namun, pers kampus mempunyai jalur dan bentuk tersendiri, bukan melalui demonstrasi lapangan, tapi pemberitaan dan penelusuran .
Meski sering disebut bermain di balik layar dari sebuah pergerakan mahasiswa, namun kerja pers kampus sama beratnya dengan pergerakan dan aksi lapangan semacam demonstrasi. Apalagi, dengan tuntutan harus menyampaikan informasi sejernih dan seakurat mungkin, pers kampus harus peka dan lebih berani daripada semua elemen pergerakan mahasiswa umumnya. Seperti kata pepatah, mata pena lebih tajam dari mata pedang, mungkin itulah yang menjadi kelebihan pers kampus.
Pers Mahasiswa, apapun bentuk dan formatnya, hadir dengan muatan nilai‑nilai dan ciri khas tertentu terentu. Pada masa pra kemerdekaan, berkala semacam "Jong Java", "Ganeca", "Indonesia Merdeka", "Soeara Indonesia Moeda", "Oesaha Pemoeda", ataupun "Jaar Boek", lahir dengan semangat kental untuk menjadi alat penyebaran ide-ide pembaharuan clan perjuangan akan arti penting kemerdekaan. Demikian haInya dengan pers mahasiswa yang lahir pada masa paska kemerdekaan.
Menurut telaah Siregar (1983), pers mahasiswa di jaman demokrasi liberal (19451959) ditandai dengan visi untuk pembangunan karakter bangsa atau kita kenal dengan sebutan nation building. Sedang pada masa demokrasi terpimpin (1959‑1965/66) keberadaan pers mahasiswa sarat dengan pergolakan ideologi politik diantara para pelakunya.
Kehidupan pers mahasiswa di awal Orde Baru sangat dinamis. Mereka menikmati kebebasan pers sepenuhnya. Sampai dengan tahun 1974, pers mahasiswa hidup di luar lingkungan kampus. Artinya, kehidupan mereka benar‑benar tergantung pada kemampuan mereka untuk dibeli oleh masyarakat di luar kampus. Periode 1980‑an, pers mahasiswa berada di kampus kembali. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari keadaan sistem politik waktu itu yang mulai melakukan kontrol ketat atas pers mahasiswa. Pers mahasiswa yang terbit di luar kampus menjadi pers umum. Sedang pers mahasiswa yang berada di kampus diberi bantuan secara finansial oleh universitas untuk mendukung kehidupannya. Pers mahasiswa pun mulai tergantung pada pihak universitas. Seiring dengan ketergantungan itu, visi mereka pun mulai mengalami perubahan.
Tidak dapat disangkal, perjuangan pers kampus pada masa itu menuai sejumlah pujian dari berbagai kalangan masyarakat. Bahkan, sejumlah media ternama di luar negeri pun menggunakan pers kampus sebagai narasumber berita. Salah satunya yaitu mingguan Time edisi 30 Maret 1998 menyebut Pers Kampus sebagai salah satu "pendukung yang tak terduga".
Di bawah judul "Behind the Scenes" mingguan itu pernah menulis, kini kampus-kampus di Indonesia sudah saling terhubung melalui Internet, yang praktis tidak mudah dikendalikan oleh penguasa. Dengan mudah dan cepat segala macam informasi bisa disebarkan atau di-share bersama-sama. Jaringan informasi, yang dibentuk oleh pers mahasiswa itulah yang merupakan "pendukung tak terduga" dari aksi-aksi unjuk rasa di berbagai kampus Nusantara.
Pers Kampus seperti harian Bergerak! dari Universitas Indonesia (UI) Depok, juga sempat menjadi sasaran nara sumber bagi pers manca Negara. Hal ini pun kemudian terjadi pada beberapa Pers Kampus yang terkenal vokal menyuarakan fakta pergerakan yang terjadi seperti Teknokra (Unila), Ganesha (ITB), Manunggal (Universitas Diponegoro), Balairung dan Gugat (UGM), Suara Airlangga (Unair) dan Arrisalah (IAIN Sunan Ampel), sampai Identitas (Universitas Hasanuddin Ujungpandang) - dengan pendahulu mereka yang besar seperti Harian KAMI (Jakarta) atau Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat (Bandung).
Bagi Mahasiswa Universitas Sendiri sejak 10 Maret 1998 kampus UI di Depok, Jawa Barat, 'hanya' memiliki Majalah Berita Mahasiswa Suara Mahasiswa Universitas Indonesia. Terbitnya dua bulan sekali, 66 halaman, kertasnya bagus, punya izin terbit dari SK Rektor, pengurusnya OK - Pelindung: Rektor, Penasihat: Purek III, dan Penanggung jawab: Ketua Senat Mahasiswa -, punya nomor rekening di Lippo Bank, dan isinya cukup beragam: dari serius sampai santai. Namun, ketika banyak aksi mahasiswa marak menjelang Sidang Umum MPR, Suara Mahasiswa tampak sulit berbuat sesuatu. Terjadinya gap informasi antara mereka yang aktif dalam aksi-aksi mahasiswa dan mereka yang tidak. Bersama para alumni pers kampus, redaksi mulai mendiskusikan bentuk media baru guna menginformasikan dan menyebarkan kesadaran politik di kalangan mahasiswa. Muncullah gagasan menerbitkan sebuah harian sederhana, sebagai "tukang pos" penyadaran. Tanggal 10 Maret 1998 akhirnya terbit edisi perdana harian Bergerak!. Terbit Senin sampai dengan Jumat dengan empat halaman dan masih gratis. Pers mahasiswa, menjadi apa yang oleh Nugroho Notosusanto disebut sebagai community press sebagaimana hidup di negara‑negara yang sudah maju. Pers mahasiswa hanya untuk melayani komunitas mereka saja, yaitu dari, oleh, dan untuk mahasiswa. Fungsi mahasiswa sebagai pelaksana aksi sosio‑kebudayaan ataupun perjuangan politik sebagaimana telah dilakukan oleh para aktivis "Mahasiswa Indonesia" (dalam Raillon,1989) kini hanya tinggal mitos belaka. Betulkah demikian halnya? Bagaimana dengan pers mahasiswa di masa reformasi sekarang ini?
Tumbangnya orde baru digantikan oleh orde reformasi, dipenuhi dengan harapan-harapan idealistis akan makin bersihnya tatanan kehidupan sosial politik kita dengan nilai‑nilai konstruktif untuk membangun peradaban bangsa yang jauh dari nilai‑nilai koruptif, kolutif, maupun nepotif.Dalam proses reformatif ini, harus diakui peran pers mahasiswa ternyata masih cukup menonjol. Pada awal‑awal kejatuhan rejim orde baru, peran pers mahasiswa sangat terasa. Melalui apa yang mereka sebut sebagai newsletter, para aktivis pers mahasiswa di Jakarta melalui "Bergerak", Yogyakarta melalui, "Gugat" ataupun kota‑kota besar lainnya mengadakan liputan jurnalistik mengenai berbagai aksi mahasiswa untuk menggulingkan rejim orde baru. Kegiatan mereka terlihat kompak, karena antara satu kota dengan kota yang lainnya terjalin kontak melalui media internet
Kehidupan pers mahasiswa dewasa ini memang tidak jauh dari visi jurnalistik. Para pengelola pers mahasiswa sekarang ini lebih concern dengan hal‑hal yang berhubungan aspek jurnalistik dibanding aspek idealistik. Hal ini sangat bisa dimaklumi mengingat semangat profesionalisme merupakan satu nilai dominan di masa depan. Aktif di lembaga semacam pers mahasiswa merupakan satu peluang penting untuk mempelajari satu profesi tertentu yaitu dunia kewartawanan pada khususnya dan dunia tulis‑menulis pada umumnya. Apapun latar belakang pendidikan para pengelola pers mahasiswa, setelah mereka lulus nanti, mereka telah mempunyai satu profesi tertentu untuk digeluti lebih lanjut. Terlebih sekarang ini telah terjadi booming media massa, baik cetak ataupun elektronika. Profesi sebagai jurnalis terbuka lebar bagi mereka yang berkiprah di lembaga pers mahasiswa.
IDEALISME DAN IDEOLOGI PERS KAMPUS
Pers kampus, sebagai bentuk organisasi mandiri idealnya harus lembaga yang mampu memberikan informasi yang jernih dan akurat. Tanpa ada manipulasi sedikit pun, sekaligus menghapus bayang-bayang kediktatoran penguasa yang selama ini mengintervensi segala bentuk kekritisan. Baik di dalam tataran universitas maupun di lingkungan masyarakat luas umumnya.
Permasalahan signifikan yang dihadapi pers kampus dalam perjuangannya, tidak bisa dipungkiri masalah modal dan ruang. Adanya modal, akan tercipta ruang untuk berkreasi. Modal adalah unsur sentral di dalam perjalanan sebuah media penerbitan, di manapun. Modal berkaitan dengan uang (money), dan uang adalah suatu bentuk kekuasaan. Tidak dapat dipungkiri, uang telah menjadi titik penentu sebuah kekuasaan dewasa ini, dibuktikan dengan sebuah realita di masyarakat yang menjadikan uang sebagai jangkar untuk menyambung kehidupan.
Pers kampus harus membakar lidahnya sendiri ketika pemodal (rektorat) membatasi kinerja. Demi kelangsungan hidupnya sebuah pers kampus banyak yang menodai ideologinya sendiri, sangat disayangkan. Tidak ada uang, maka ruang pun terancam.
Sebagai organisasi yang bisa dikatakan independen, modal utama sebenarnya bukan uang semata, tapi sebuah pemikiran yang logis dan kritis, kerja keras menuju sebuah perubahan ke depan. Sebuah pergerakan yang dinamis dan keinginan yang kuat, itulah modal utama yang sebenarnya. Dan dari situ pers kampus dapat mengembangkan dirinya sesuai kreativitasnya, untuk keluar dari bayang-bayang penguasa kampus.
Masuk ke dalam dunia bisnis media, adalah salah satu jalannya, jelasnya dengan memperbanyak iklan dan sponsor. Namun, permasalahan utamanya akan kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai pers mahasiswa menjadi pers komersial. Ini umumnya yang selalu menjadi pertimbangan dari kawan-kawan pers kampus, yang ingin mencoba terjun ke dunia bisnis media.
Sekali terjebak dalam dunia bisnis, ideologi akan dipertaruhkan. Ideologi yang menekankan, pers kampus adalah sebuah media mahasiswa alternatif dan pergerakan yang menjauhkan diri dari segala bentuk interpensi, terutama pihak pemodal dan kaum kapitalis. Solusinya, sebagian tidak bisa menutup diri terhadap dunia bisnis. Namun penetapan batasan yang jelas menjadi kuncinya, selama tidak mengubah dan merusak tatanan dalam pers kampus itu sendiri. Kekuatan pers ini hanyalah loyalitas dan dedikasi pengelolanya saja. Biaya yang kita keluarkan ibarat, biaya hidup sehari-hari saat kuliah saja. Namun untuk urusan keberanian, dengan tutup mata pun dapat didalilkan, pers umum kalah dibanding pers mahasiswa. Lebih-lebih di zaman reformasi seperti ini. Tak peduli amburadul-nya manajemen, tata tulis, logika pikir, atau argumentasi, namun statement paling lugas dan vulgar tentang fakta politik nasional - yang seandainya dipampang di pers umum pasti langsung kena bredel - bisa dengan enteng muncul di pers mahasiswa.
Sulit untuk tidak mengatakan pers mahasiswa tidak signifikan. Mustahil pula untuk mengesampingkan peran pers mahasiswa dalam proses berkembangnya aksi-aksi mahasiswa akhir-akhir ini. Dalam kondisi seperti itu daya hidup pers mahasiswa kemudian justru terpelihara karena keunikan posisinya. Mereka antara tergantung dan tidak tergantung. Jika ada dana fakultas atau jurusan mereka tergantung. Tapi disebut tergantung sama sekalipun tidak. Buktinya, jika dananya kurang, para pengelolanya akan melakukan apa saja, termasuk mencari utang. Kalau perlu sebagian dana kos yang diperoleh dari orangtua, atau sisa penghasilan dari penyelenggaraan seminar yang mereka selenggarakan, dialihkan untuk biaya penerbitan.