Selasa, 08 Juli 2008

MAGANG KERJA

Satu bulan ini gw ada kegitan magang kerja yang diselenggarakan oleh LPPM UNS. Kebetulan magang ini tentang kewirausahaan, cocok dah gw. Maklum aja meskipun kita kuliah belum tentu mendapatkan kerja setelah kita lulus nanti. Salah sa tu alternatif yang dapat diambil dengan berwirausaha sendiri. Manfaat yang kita peroleh juga banyak, salah satunya kita dapat membuka lapangan pekerjaan baru buat orang lain.

Kerja yang gw jalanin sih sederhana, berurusan dengan ayam, alias gw maghang dipeternakan ayam. Daerah peternakaannya ada didesa Mojogedang karang anyar. Udah tiga hari ini gw magangb kerja. Gw magang gak sendiri, tapi udah dibagi satu kelompok magang kerja yang terdiri dari sebelas orang. Di sana kita ingin belajar bagaimana beternak ayuam yang baik dan bagaimana menghasilkan uang sendiri tanpa harus ikut bekerja dengan orang lain.

Tujuan yang ingin diketahui oleh kelompok gw, yaitu proses dari awal sejak ayam benih ayam tiba dikandang, perawatan ayam-ayam tersebut perminggunya, lalu bagaimana teknik memanen ayam, sampai kita ingin mengetahui bagaimana cara mengelola sebuah peternakan yang baik dan benar.

Peternakan yang gw jadikan tempat magang sudah lumayan besar dan lama. Ayam yang diternak adalah ayam pedaging. Pak Darto yang mengelola petarnakan tersebut. Sistem yang digunakannya adalah kemitraan. Maksudnya dia bekerja sama dengan perusahaan pengelola ayam yang besar dalam pembenihan, kemudian pak darto hanya yang merawat ayam tersebut sampai siap panen. MOdal yang harus digunakan pertama kali mencapai Rp. 50.000.000, bukan modal yang kecil menurut gw. Sebab dalam sisitem kemitraan ayam yang harus diternak minimal 5000 ekor dan kita juga harus memiliki kandang sendiri.

Sistem pembagian keuntungan memang enak, sebab kita sudah tidak menangung kerugian jika gagal panen, smua sudah duitanggung perusahaan. Kita hanya tinggal menerima bersih keuntungan yang sudah disepakati bersama.

Moga aja magang kerja gw kali ini memberi manfaat dan pengalaman, dan semoga aja gw nanti waktu lulus bisa menerapakan semua ilmu yang udah gw dapet baik dari pendidikan formal maupun non formal.

Kamis, 19 Juni 2008

mafia politik

Politik, kata yang kerap dihubungkan dengan dunia kekuasaan. Dunia dimana manusia satu dengan manusia lain menjadi musuh, dari teman menjadi lawan dari lawan menjadi seteru abadi. Dalam dunia politik yang ada hanya lawan sejati, kawan sejati lebih hanya sekedar kiasan untuk melanggengkan jalan meuju tampuk kekuasaan.

Percaturan politik di Negara kita saat ini lebih megarah pada terbentuknya system mafia perpolitikan. Seperti yang terdapat dalam buku “politik dan kekuasaan”, terungkap didalamnya bahwa mafia perpolitikan tengah melanda Negara-negara berkembang saat ini, tidak terkecuali Negara Indonesia. Sejak zaman pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, maupun era reformasi politik telah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan masyarakatnya.

Mafia perpolitikan dinegara kita tidak ubahnya seperti sebuah system yang telah tertata rapi, didalamnya yang ada hanya bagaimana mendapatkan kekuasaan dengan berbagi macam cara entah itu cara halal maupun cara haram. Dapat dilihat menjelang pemilihan presiden tahun depan. Mafia plitik yang berkedok partai maupun individu telah berancang-ancang menancapkan panji-panji perang untuk mendapat simpati dan dukungan dari rakyat. Mereka semua bertujuan untuk membuat Negara ini menjadi lebih baik, namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Negara semakin carut marut tiada tempat untuk berpijak. Setelah para mafia perpolitikan duduk dikursi panas dan masuk kedalam birokrasi yang terjadi mereka seolah-olah buta, tuli dan bisu untuk mendengarkan keluhan dari rakyat. Rakyat hanya dijadikan kendaraan untuk meraih kekuasaan, setelah kekuasaan diraih rakyatpun ditinggalkan begitu saja.

Kasus yang terbaru dan masih hangat adalah bagaimana pemerintah tega manaikkan harag BBM yang merupakan keperluan vital bagi masyrakat. Pemerintah berdalih, naiknya BBM untuk menyelamatkan APBN Negara yang diakibatkan naiknya harag minyak dunia yang mencapai $135 per barel. Alasan yang tidak masuk akal, sebab gaji para birokrat khususnya presiden dan wakil presiden serta para anggota dewan beserta kroni-kroninya lebih besar daripada pendapatann masyarakat secara keseluruhan. Mereka hanya mau digaji besar tanpa memikirkan rakyat jelata yang telah mengangkat mereka untuk menjadi wakil dipemerintahan. Kemudian sebagai gantinya rakyat miskin mendapat konpensasi berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai). Ini juga tidak menyelesaikan masalah hanya menambah persoalan baru dinegara ini. Sungguh ironis bagaimana kerja mafia perpolitikan dinegara kita.

Prespektif aktivis yang notabenenya pemuda dalam menghadapi mafia perpolitikan dan bagaiana menemukan cara yang tepat untuk mengatasi masalah bangsa beraneka ragam caranya. Pemuda merupakan tonggak bangsa dan penerus bangsa harus peka terhadap apa yang terjadi dilingkungan tempat tinggalnya. Seperti teori Hegel yang menyatakan bahwa semangat zaman tiada akan pernah pudar selama para pemuda masih mau untuk menjadi pengawal perubahan bangsanya.

Salah satu cara yag ditempuh para pemuda dalam menanggapi perubahan bangsa ini dan baimana cara menyelesaikan permasalahan bangsa ini adalah dengan membentuk komunitas yang berhaluan “politik”. Para pemuda ini beranggapan bahwa perpolitaiak yang selama ini belum mampu untuk mewakili kepentingan rakyat, maupun kebijakan belum berpihak kpada rakyat. Sejak zaman pra kemerdekaan sudah banyak muncul komunitas-komunitas pemuda yang berhalauan politik, ideology yang mereka usung pun berbeda-beda. Seperti organisasi Tri Koro Darmo yang berideologikan pendidikan namun bergerak kedalam dunia politik praktis. Boedi Uetomo juga berideologikan pendidikan, namun terjun juga kedunia politik. Apapun latar belakang ideologi yang mereka usung, tetap sau tujuannya bagaimana meenjadikan Negara ini menjadi lebih maju.

Fuckin Train.

15-juni-2008. 23.00 WIB

“kulayangkan pandangku melalui kaca jendela, dari tempat kubersandar seiring dentum kereta”. Sepenggal lirik lagu meniringi langkah gw menuju tempat yang ingin gw singahi.

Redup malam ditambah dentum kereta masih terus setia menemani gw, ditambah pena dan buku yang tiada pernah lelah untuk menerima semua kisah perjalanan gw. Perjalanan yang akan selalu akan memberikan sejuta kenagan dalam hidup gw. Entah unuk kesekian kali, aku melakukan perjalanan dengan menggunakan jasa kereta api. Jasa transportasi pemerintah yang gw anggap paling murah diantara jasa transportasi lainnya. Benar atau tidak, anggapan gw itu didasarkan saat ini gw sedang mnaiki kereta kelas ekonomi untuk menuju home swet home.

Gw menempati gerbong no-7 dikereta ini. Penuh sesak yang gw rasa saat ini. Semua tempat duduk penuk oleh para penumpang yang ingin memiliki tujuan sama ke ibu kota. Entah tujuan masing-masing gw tidak mengerti. Para pedagang lalu lalang tiada henti membuat otak ini semakin panas. Berisik, ramai, semua rasa bercampur saat ini. Fuckin train gw bilang. Tapi masih mending kipas angina dalam kereta masih menyala, sedikit mengobati rasa pana otak ini. Beruntung lagi gw, disamping gw duduk seorang wanita yang cukup manis menurut gw. Apalagi kalo dia lagi tidur saat ini kepalanya selalu bersandar dipundakku, membuat gw seneng aja.. semapt kenalan, namun saying ia tidak turun sesuai dengan stasiun tujuanku. Ga pa-pa lah buat tambah teman gumam gw saat ini.

Aduh sial, kereta yag gw naiki memang benar-benar “kelas ekonomi”. Bukan hanya label kelas saja yang ekonomi, pelayanan, fasilitas bahkan perjalanannya pun ikut kedalam kelas ekonomi. What a fuckin train. Hamper dismua stasiun kereta yang gw naiki berhenti menunggu kereta lain yang kelasnya lebih elit, seperti kelas bisnis maupun kelas eksekutif.

Malam semakin larut, namun kereta yang gw naiki masih saja berhenti, entah menunggu apa lagi.? Rasa kantuk mulai menggelayuti mata ini. Rasa bosan juga sudah siap-siap membunuh tubuh ini. Rasa apa lagi ya yang akan gw temui dalam perjalanan ini?

Setiap kehidupan memiliki banyak sisi, tidak seperti mata uang yang hanya memiliki dua sisi. Semua sisi kehidupan akan berjalan beiringan. Gw hanya ingin belajar memahami makna dibalik semua peristiwa yang gw jalani.

Gw lupa, saat ini meski gw merasa letih dan ngantuk, namun perut ini selalu meraung-raung meminta jatah untuk dirawat. Maklum semenjak tadi siang perut gw belum terawatt. Gw mikirin ongkos yang pas-pasan, jadi ya masalah perut gw kesampingkan. PUASA GW NIE……….

Kamis, 05 Juni 2008

ISLAM KIRI, MODERAT, KANAN!!!!!!

Peristiwa berdarah terjadi lagi di negara kita bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila tanggal 01-Juni-2008 yang lalu. Peristiwa ini melibatkan dua belah pihak yang selama ini dinilai tidak memiliki konflik. FPI (Front Pembela Islam) dan AKK-BB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan).

Menurut versi FPI kronologis kejadian terjadi ketika Ahad, 1 Juni 2008 massa Islam di bawah bendera Komando Laskar Islam berkumpul melakukan aksi menolak kenaikan BBM. Aksi itu menuju Istana Jakarta di bawah komando Munarman. Untuk jelasnya silakan buka website resmi HTI . Di antaranya peserta aksi adalah : Perwakilan Serikat Kerja PLN, HTI, FPI, dsb.

Demo ini sudah mendapat izin dari aparat kepolisian setempat dengan pengawalan yang rapi dan ketat. Dengan kata lain demo ini adalah kegiatan yg resmi dan legal berdasarkan UU yang berlaku di republik ini. Pada saat yang bersamaan muncul kelompok yang menamakan dirinya Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan berkeyakinan (AKK-BB)yang notabene pro Ahmadyah.

Seperti dilansir siaran TV mengenai kegiatan AKK-BB ini sebelumnya tidak diperkenankan Kepolisian terkait untuk melakukan aksi di wilayah Monas, Karena akan berbenturan dengan pihak yang tidak mendukung acara mereka. Dengan kata lain, kegiatan AKK-BB ini tidak mendapat izin untuk melakukan kegiatan diwilayah Monas.

Melihat gelagat negatif ini, Pihak FPI mengisntruksikan beberapa personilnya untuk mengetahui apa yg dilakukan AKK-BB ini di wilayah aksi demonstrasi HTI. Ternyata mereka melakukan orasi yg menjelekan salah satu Ormas Peserta Demo dengan mengatakan "Laskar Setan" dan sebagainya. Mendengar hal itu, personil FPI segera melaporkan kepada Laskar FPI mengenai temuan orasi tsb.

Beberapa laskar FPI segera meminta klasrifikasi kepada pihak AKK-BB mengenai hal ini. Pihak AKK-BB berusaha mengelak dan menjawab dengan sikap yg arogan sehingga membuat Laskar FPI kesal. Arogansi AKK-BB ini semakin menjadi dengan mengeluarkan sepucuk senjata Api dan menembakkan ke Udara 1 kali. Mendengar letusan ini, Laskar FPI mencegah perbuatan tsb tapi ditanggapi dengan tembakan ke udara hingga 4 kali.

Melihat aksi yg arogan dan sok Jagoan, Laskar FPI makin kesal dan langsung melakukan pemukulan terhadap provokator. Tidak ada pihak anak-anak dan wanita yang menjadi sasaran amarah pihak FPI. Hanya oknum yang sok Jagoan dan Arogan yang telah mengejek dan menghina kafir kepada laskar FPI yang menjadi sasaran empuk di kerumunan massa aksi Demonstrasi BBM ini. Beruntung tidak semua elemen massa demo ini ikut memukuli pihak AKK-BB

Diduga, AKK-BB adalah kelompok bersenjata yg sengaja disusupkan di dalam kegiatan demo BBM Ahad 1 Juni 2008 di Monas dengan menyertakan anak kecil dan wanita dengan itikad menjatuhkan opini BBM menjadi opini pembubaran FPI dengan melakukan provokasi sebutan Laskar Kafir dan tembakan senjata api.

Sementara menurut Versi dari AKK-BB, mereka pada hari itu bertujuan untuk melakukan aksi damai memperingati hari kelahiran pancasila di Monas. Pada saat itu AKK_ tidak bertujuan untuk menghina maupun menjelekkan salah satu Ormas. Mereka hanya ingin dalam peringatan kelahiran pancasila ini, semua Ormas baik yang berhubungan dengan kebebasan memeluk suatu agama dan suatau kepercayaan tidak dibeda-bedakan statusnya.

Menurut mereka semua elemen yang berbeda-beda tersebut merupakan sebuah pilihan bagi individu untuk mejalankannya. Asalkan itu tidak menggangu yang lainnya akan tercipta suasana kerukunan, kedamaian dan keteraturan dinegara ini. Salah satu isu yang diusung adalah tentang penolakan Ahmadiyah oleh pemerintah. Mereka menganggap itu tidak adil dan tidak sesuai dengan kebebasan memeluk suatu agama maupun kepercayaan.

Apapaun Versi dari kedua belah pihak, yang perlu kita cermati adalah semua itu terjadi manakala Islam telah menjadi sebuah ideologi. Penganutnya telah menyalahgunakan ajaran Islam. Islam itu adalah cara hidup kita dalam menuju keabadian di Akherat, namun jika sudah di ideologikan maka akan muncul aliran islam kiri, moderat maupu islam kanan.

Para penganutnya pun berjalan sesuai dengan ideologi yang mempengaruhinya. Maka yang terjadi didalamnya tidak terjadi saling kerukunan, malah yang timbul adalah berbagai macam konflik. Konflik yang cenderung saling menjatuhkan diantara penganuta ajaran islam itu sendiri.a

Minggu, 25 Mei 2008

YOUTH SPIRIT (Semangat Pemuda)

Merujuk pada kamus pembebasan, revolusi didefinisikan menjadi dua pengertian yang saling berkitan. Pertama, revolusi adalah ledakan politik mengulingkan atau mengambil alih kekuasan yang berdiri diatas system tertentu, kedua, revolusi adalah aktivitas yang diarahkan pada perubahan mendasar dalam hal struktur atau formasi dalam bidang social, politik,ekonomi, maupun budaya. Jika kita merunut sejumlah teori yang membahas perihal revolusi, paling tidak aa tiga pendekatan yang menonjol, pertama, teori agregat psikologis yang berupaya menjelaskan revolusi melalui konsep motivasi psikologis rakyat untuk melibatakan diri ke dalam kekerasan politik atau untuk bergabung dalam gerakan oposisi. Kedua,asalah teori konsesus system atau nilai yang berupaya menjelaskan revolusi sebagai sebagai respon kekerasan dari gerakan ideologis terhadap ketimpanagan yang hebat dalam system social. Teori yang ketiga dinama teori teori konflik politik, yang menyatakan bahwa konflik yang terjadi antara pemerintah dengan berbagai yang terorganisir dalam perebutan kekuasaan haruslah menjadi pusat perhatian dalam setiap upaya untuk menjelaskan kekerasan social.

Pemuda merupakan organ paling penting dalam sebuah Negara. Titik tolak kemajuan Negara dan kemundurannya dapat diukur salah satunya dengan indicator peran pemuda. Seperti yang diungkapan Hegel, salah seorang tokoh filsafat. Dia mengungkapkan teori tentang semangat zaman yang tak terbatas oleh waktu. Di dalamnya menyangkut elemen semangat pemuda yang sangat dibutuhkan untu membangun sebuah bangsa. Semangat pemuda ini tiada akan tergerus oleh zaman dan akan selalu menjadi bagian dari revolusi Negara.

Menilik pada semangat pemuda yang merupakan bagian penting dalam sebuah revolusi, pembahasannya tidak akan lepas dari peran sebuah Negara. Pengaruh perubahan politik, social, ekonomi dan budaya Negara akan menyebabkan perubahan semangat pemuda. Kecenderungan yang terjadi di dunia saat ini, terkhusus di Indonesia perubahan politik, social, ekonomi maupun budaya lebiah kearah kemerosotan akibat factor dari dalam (pemerintah) maupun luar (dalam hal ini adalah pengaruh budaya luar). Pengaruh dari dalam maupun dari luar tersebut sangat mempengaruhi pemuda dan kecendrungannya pemuda kita telah mengalami cultural movement. Saat ini terjadi peregeseran-pergeseran nilai kepemudan sendiri yang berubah dalam kemrosotan moral maupun perilaku. Pemuda Indonesia saat ini telah masuk kedalam budaya konsumerisme, hedonis dan kurang peka dengan apa yang terjadi di masyarakat. Ini sangat berbeda dengan zaman orde lama, orde baru, dan menjelang reformasi dimana semangat pemuda masih bergejolak dan kritis. Di masa itu pemuda merupakan agen perubahan yang sesungguhnya, maksudnya pemuda benar-benar mengerti perannya dalam sebuah bangsa dan selalu menjadi oposisi dari pemerintah dalam berbagi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Menyikapi Cultural Movement, para pemuda biasanya membuat berbagi macam kegiatan yang terlihat dalam bentuk komunitas-komunitas tertentu. Tujuan dan bentuk komunitas-komunitas itu berbeda dilihat dari latar belakang terbentuknya, ada yang terbentuk atas dasar social, budaya, ekonomi, pendidikan bahkan politik. Komunitas-komunitas itu merupakan respon yang terjadi akubat dari perubahan yang disebabakan oleh Negara, dan kecenderungannya Negara kita berubah menuju kearah “tenggelam”.

Sabtu, 24 Mei 2008

Bahasa Politik yang Hegemonik

Titik sentral kehidupan adalah kata-kata. Sebab melalui kata, seseorang mampu mengekspresikan diri lewat berbagai bentuk protes, orasi, dan tuntutan. Kata merupakan buah pemikiran seseorang. Untuk menyampaikan isi pemikiran kepada khalayak ramai, tentunya kita membutuhkan simbolisasi lisan berupa kata-kata. Tujuannya agar pesan yang tersusun melalui alur pemikiran tersampaikan secara tajam dan akurat. Kita tentu setuju jika dikatakan bahwa kualitas kata-kata berpijak pada dimensi pemikiran (intelektualitas) seseorang. Jika pemikirannya kacau balau, maka kata-kata yang terucap pun tak beraturan. Dengan demikian, konsistensi pemikiran selayaknya menjadi pijakan utama dalam mengekspresikan kata-kata. Karena ia layaknya seorang nahkoda yang berusaha mengendalikan, mengarahkan dan mengatur laju kapal di lautan. Begitu juga dalam penyampaian pesan. Intelektualitas bakal mengarahkan dan mengatur kata-kata hingga tersampaikan pada orang lain secara sistematis dan logis.

Kata-kata adalah elan vital bagi pencerahan suatu bangsa. Kebebasan berpendapat, beropini dan menulis merupakan cermin dari mulai tercerahkannya suatu peradaban. Alangkah naifnya ketika zaman ini digiring ke "zaman pemberangusan" kata-kata, ketika kita tidak lagi bebas mengekspresikan opini dan curahan pendapat, tidak lagi mampu berkreasi lewat kata-kata dan bahkan tidak lagi menguasai kata-kata. Dengan kata lain, hidup dalam zaman "kebisuan" akan menggusur kita pada sikap masa bodoh, acuh tak acuh, dan tidak kritis terhadap kondisi ekonomi, sosial, politik, dan budaya bangsa. Alhasil, muncul kemunduran atau bahkan kebusukan peradaban.

Mengapa demikian? karena peradaban Barat dan Timur pun merupakan buah hasil dari kata-kata. Ketika kata-kata tidak lagi menjadi sesuatu yang urgen karena telah diberangus, maka tak bisa dipungkiri lagi bahwa peradaban yang muncul adalah peradaban "membeo" saja. Sami'na wa ato'na (kami dengar dan kami taat) secara dangkal dipahami sebagai upaya pasif belaka yang kering dari daya upaya untuk memperbaharui dan mengubah, apalagi memprotes kebijakan-kebijakan yang dianggap sepihak.

Bukan hal mustahil ketika kata-kata sudah dimonopoli oleh salah satu pihak, disinyalir akan melahirkan otoriter bahasa. Menurut dia hanya kata-katanya yang benar, hanya kata-katanya yang ilmiah, hanya kata-katanya yang rasional, dan hanya kata-katanya yang mampu membawa umat ke surga. Dengan demikian, hegemoni kata-kata merupakan keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri saat ini. Sebab, kondisi saat ini menggambarkan bahwa masyarakat telah terjebak pada penguasaan sepihak kata-kata, sehingga muncul berbagai arogansi.

Arogansi para petinggi negara yang kerjaannya hanya mengeluarkan kebijakan sepihak. Arogansi para pengusaha yang berusaha menguasai kekayaan bangsa. Dan tentunya arogansi bangsa yang menafsirkan kata-kata orang lain dengan sudut pandang nafsu pribadi. Bahkan arogansi para pejabat negara yang maunya naik gaji terus.

Animo masyarakat terhadap pengungkapan kata-kata mutlak diperlukan. Kalau tidak ada, zaman ini kita namai saja "zaman pemakaman". Banyak orangnya tetapi tidak bisa berbuat apa-apa ketika kesetimpangan merajalela, ketidakadilan mendunia, kebiadaban meracuni massa, dan kemaksiatan sudah menjadi harga mati. Untuk mengubah kondisi ini hingga bisa meraih pencerahan peradaban, tentunya memerlukan peran serta pengolahan kata-kata sesistematis mungkin.

Melalui tulisan kita beropini, melalui mimbar kita menyampaikan nilai-nilai universal, dan melalui media elektronik kita bangun imej positf budaya bangsa. Apalagi di era yang serba canggih ini, segala luapan ekspresi pemikiran yang tercermin dalam kata, mampu menyedot respons masyarakat guna memunculkan kesadaran kolektif.

Apalagi semenjak era reformasi bergulir, tugas kita adalah memanfaatkan pembukaan keran kebebasan dengan mengekspresikan kata-kata secara apa adanya. Tanpa dibarengi dengan topeng kepura-puraan, kemunafikan dan segala bentuk penipuan. Bebas dari kepentingan pribadi dan hawa nafsu keserakahan. JIka saja kata-kata sudah dimanipulasi sedemikian rupa, maka janji-janji palsu pun bakal mengalir dari mulut para manipulator melalui berbagai orasi.

Janganlah heran jika kata-kata hanya didengar dan dipercaya ketika dikumandangkan oleh seorang yang kuat. Kuat segala-galanya. Kuat duitnya, kuat birokratnya, juga orang-orang di belakangnya. Dengan kondisi demikian, maka tak salah jika ada segelintir orang yang ingin membangun imej positif di mata masyarakat dengan menggandeng orang yang kuat segala-galanya. Pengusaha menjabat struktur pemerintahan, orang kaya mendominasi suara dukungan rakyat, bahkan orang jujur yang melarat terbengkalai dari percaturan politik. Semua ini berawal dari kata-kata.

Kalau tak percaya coba saja seorang tukang becak kita calonkan menjadi kepala daerah. Apa yang terjadi, bisa dipastikan suaranya tidak akan memenuhi kuota suara satu persen pun. Karena, di era yang serba materialis ini, suara orang yang tak berduit tentunya hanya tong kosong nyaring bunyinya saja. Ketika mendengarkannya, muncul berbagai sikap pengacuhan terhadap kata-kata yang dibahasakan lewat "suara"-nya.

Gejala ini, seolah menunjukkan bahwa kata-kata telah dimonopoli oleh kalangan tertentu yang punya ambisi dan kepentingan pribadi. Alhasil, ketika mencalonkan diri untuk menjadi seorang pemimpin, tentunya selain harus pandai merangkai kata, harus memiliki uang untuk menyumpal mulut para pendukung. Agar, kebisuan mereka tertutupi oleh diam seribu bahasa, sebagai tanda dukungan penuh.

Kesimpulannya, hegemoni kata-kata bisa berperan penting dalam arena kehidupan. Ketika ingin mulus jalan menuju kursi kepemimpinan, sewalah para manipulator kata-kata. Ketika ingin suaranya didengar, maka kuasailah kata-kata dengan nafsu pribadi. Tetapi, hemat penulis, keadiluhungan kata-kata disinyalir mampu meredam berbagai praktik pembelian dan penjualan suara rakyat oleh segelintir orang yang manipulatif dan hegemonik tentunya.

Senin, 05 Mei 2008

INDIS ARSITEKTUR ONLY MEMORY

SEBUTAN Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di Timur Jauh, dan karena itu sering disebut juga Nederlandsch Oost Indie.Menurut Pigeaud, orang Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1619. Mereka semula berdagang tetapi kemudian memonopoli lewat VOC dan akhirnya menjadi penguasa sampai datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran orang-orang Belanda selama tiga abad di Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala macam aspek kehidupan. Perubahan antara lain juga melanda seni bangunan atau arsitektur.

Menurut Lombard pada mulanya bangunan dari orang-orang Belanda di Indonesia khususnya di Jawa, bertolak dari arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan kondisi tropis dan lingkungan budaya. Sebutannya landhuiz, yaitu hasil perkembangan rumah tradisional Hindu-Jawa yang diubah dengan penggunaan teknik, material batu, besi, dan genteng atau seng. Arsitek landhuizen yang terkenal saat itu antara lain Wolff Schoemaker, DW Berrety, dan Cardeel.

Dalam membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasan Pemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche Bouwkunst. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni bergaya Eropa, tetapi sudah bercampur dengan rumah adat Indonesia.

Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiring dengan semakin populernya istilah Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai Indische Bond atau Indische Veeneging. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.

Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan dengan bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu.

Sebelum kedatangan Belanda, sebenarnya sudah banyak bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu datang ke Indonesia antara lain dari Cina, India, Vietnam, Arab, dan Portugis, yang memberi pengaruh pada budaya asli. Karena itu, dalam bangunan Indis juga terkandung berbagai macam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut berintegrasi dalam proses perancangan antara lain faktor lingkungan, iklim atau cuaca, tersedia material, teknik pembuatan, kondisi sosial politik, ekonomi, kesenian, dan agama.

Bentuk rumah bergaya Indis sepintas tampak seperti bangunan tradisional dengan atap berbentuk Joglo Limasan. Bagian depan berupa selasar terbuka sebagai tempat untuk penerimaan tamu. Kamar tidur terletak pada bagian tengah, di sisi kiri dan kanan, sedang ruang yang terapit difungsikan untuk ruang makan atau perjamuan makan malam. Bagian belakang terbuka untuk minum teh pada sore hari sambil membaca buku dan mendengarkan radio, merangkap sebagai ruang dansa.

Pengaruh budaya Barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada gaya bangunan Parthenon dari zaman Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung dari Italia dipasang pada serambi depan membuat bangunan tampak megah terutama pada malam hari. Pintu terletak tepat di tengah diapit dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela dan pintu dipasang cermin besar dengan patung porselen. Khusus untuk gedung-gedung perkantoran, pemerintahan, dan rumah-rumah dinas para penguasa di daerah masih ditambah lagi dengan atribut-atribut tersendiri seperti payung kebesaran, tombak dan lain-lain agar tampak lebih berwibawa.

Orang-orang Belanda, pemilik perkebunan, golongan priayi dan penduduk pribumi yang telah mencapai pendidikan tinggi merupakan masyarakat papan atas, ikut mendorong penyebaran kebudayaan Indis lewat gaya hidup yang serbamewah.

Kebudayaan Indis sebagai perpaduan budaya Belanda dan Jawa juga terjalin dalam berbagai aspek misalnya dalam pola tingkah laku, cara berpakaian, sopan santun dalam pergaulan, cara makan, cara berbahasa, penataan ruang, dan gaya hidup. Arsitektur Indis sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu ditampilkan lewat kualitas bahan, dimensi ruang yang besar, gemerlapnya cahaya, pemilihan perabot, dan seni ukir kualitas tinggi sebagai penghias gedung.

Mengamati arsitektur Indis hendaknya kita jangan terpaku pada keindahan bentuk luar semata, tetapi juga harus bisa melihat jiwa atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Rob Niewenhuijs dalam tulisannya Oost Indische Spiegel yaitu pencerminan budaya Indis, menyebutkan bahwa sistem pergaulan dan tentunya juga kegiatan yang terjadi di dalam bangunan yang bergaya Indis merupakan jalinan pertukaran norma budaya Jawa dengan Belanda. Manusia Belanda berbaur ke dalam lingkungan budaya Jawa dan sebaliknya.

Pengukuhan kekuasaan kolonial saat itu tertuang dalam kebijakan yang dinamakan “politik etis”. Prinsipnya bertujuan meningkatkan kondisi kehidupan penduduk pribumi. Di lain fihak penguasa juga memperbesar jumlah kedatangan orang Belanda ke Indonesia yang secara langsung membutuhkan sarana tempat tinggal berupa rumah-rumah dinas dan gedung-gedung.

Di sini terlihat jelas bahwa ternyata semua peristiwa yang dialami pada tiap kehidupan manusia bisa memberi dampak yang besar terhadap pandangan arsitektur. Bahwa gagasan arsitektur sesungguhnya juga dipengaruhi oleh situasi dinamika sosial budaya manusia dan sekaligus menjadi bagian dari padanya.

Arsitektur Indis telah berhasil memenuhi nilai-nilai budaya yang dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status, keagungan dan kebesaran kekuasaan terhadap masyarakat jajahannya. Perkembangan arsitektur Indis sangat determinan karena didukung oleh peraturan-peraturan dan menjadi keharusan yang harus ditaati oleh para ambtenar, penentu kebijaksanaan. Pemerintah kolonial Belanda menjadikan arsitektur Indis sebagai standar dalam pembangunan gedung-gedung baik milik pemerintah maupun swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status sosial yang sama dengan para penguasa dan priayi.

Arsitektur Indis tidak hanya berlaku pada rumah tinggal semata tetapi juga mencakup bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung-gedung perkumpulan, pertokoan, dan lain-lain. Adapun pudarnya arsitektur Indis mungkin disebabkan oleh konsekuensi historis yang menyangkut berbagai aspek sosial budaya.

Menurut Denys Lombard, sejarah terbentuknya budaya Indis karena didorong oleh kekuasaan Hindia Belanda yang berkehendak menjalankan pemerintahan dengan menyesuaikan diri pada kondisi budaya masyarakat di wilayah kolonialnya. Dengan datangnya perubahan zaman dan hapusnya kolonialisme, maka berakhirlah pula kejayaan budaya feodal termasuk perkembangan arsitektur Indis. Dalam periode kemerdekaan, bangsa Indonesia menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan simbol budaya priayi yang tidak bisa lagi dipertahankan dan dijadikan kebanggaan, maka kehancurannya tidak perlu diratapi.

Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring dengan perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan berubah menjadi bangunan-bangunan baru (nieuwe bouwen) yang bergaya art-deco sebagai gaya internasional.

Bang Namin (83) bekas sopir Eykman kontrolir di Batavia berkata sambil menunjuk: “Di sini dulu ada gedung megah namanya “Sositet Harmoni” tempat dansa orang-orang Belanda, sekarang digusur untuk taman. Di sono tuh! di Molenvlit ada hotel mewah Des Indes yang juga digusur untuk pertokoan dan masih banyak lagi gedung-gedung bekas orang-orang Belanda yang megah di Mester Kornelis, Weltevreden, Pejambon, Petojo, dan lain-lain, juga sudah pada digusur.” Sekarang arsitektur gaya Indis hanya tinggal kenangan.

GW........SEDIH BANGET NULIS INI