'"Akan ada pintu juga jendela yang terbuka untukmu" aku menulisnya di kartu berwarna biru gelap bergambar sebuah pintu dan jendela kuno yang tertutup rapat. Warna gelap mendominasi kartu yang seharusnya mengingatkan bahwa perjalanan mengarungi hidup telah sedemikian jauh dengan jatah yang semakin berkurang di setiap tahun yang berganti.
Tapi tidak! Kartu itu lebih mengingatkan aku, bahwa ada pintu dan jendela hati yang masih tertutup. Dan entah sampai kapan akan tertutup. Di setiap musim yang cerah dengan siraman cahaya mentari yang mengintip di sela2 kembang Bougenville, aku setia menyapu halamannya, menyirami kembang2nya. Saat angin bertiup sepoi - sepoi dan aroma kopi semerbak mengisi sore di teras rumah, aku setia menyiapkan alunan melody yang akan mengendurkan urat syaraf kelelahannya saat menjalani hari. Aku setia melakukannya, dengan hatiku dan dengan segala harap bahwa pintu itu nantinya akan terbuka untukku.
Musim telah berganti, dan aku masih melihat pintu juga jendela yang tertutup. Akankah aku pergi dan mencari pintu2 yang lain yang siap dan akan menerimaku?
Waktu berjalan, aku terus berjalan sambil sesekali pulang dan kembali melihatnya.
Aku melihatnya,
Aku melihatnya,
Aku melihatnya,
Bayangannya dan semuanya kian kabur. Tipis, setipis harapan itu di sini.
Aku pergi, dan akan pergi.....
Saat seraut wajah yang begitu kukenal, membuka pintu, keluar dan mengajakku untuk pergi bersamanya. Dan kulihat pula seraut wajah yang lain, menutup pintu itu kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar